Sabtu, 26 Mei 2012

LaporanQu


BAB I
DEFINISI DAN ISTILAH

Sebelum membahas lebih jauh tentang pengukuran baiklah terlebih dahulu dijelaskan istilah-istilah yang sering digunakan dalam metrologi (ilmu pengukuran).
- Kemampubacaan (readability) : adalah menunjukan berapa teliti skala suatu instrumen dapat dibaca. Instrumen yang mempunyai skala 12 inchi mempunyai kemampubacaan lebih tinggi dari instrumen yang mempunyai skala 6 inchi dan jangkauan sama.
- Cacah terkecil (least count) : adalah beda terkecil antara dua penunjukan yang dapat dideteksi (dibaca) pada skala instrumen.
- Ketelitian (accuracy) instrumen menunjukan deviasi atau penyimpangan terhadap masukan yang diketahui. misal : pengukur tekanan 100 kPa yang mempunyai ketelitian 1 % artinya teliti disekitar +/- 1 kPa dalam keseluruhan jangkauan bacaan pengukuran tersebut.
- Ketepatan atau presisi suatu instrumen adalah menunjukan kemampuan instrumen itu menghasilkan kembali bacaan tertentu dengan ketelitian yang diketahui. contoh : suatu instrumen mengukur tegangan 100 Volt, diambil 5 ukuran yang didapat hasilnya adalah 104, 103, 105, 103 dan 105 V. Terlihat bahwa ketelitian tidak lebih baik dari 5% (5 V) sedang presisinya +/- 1 % karena deviasi maksimum dari harga rata-rata 104 V adalah 1 V.

Kalibrasi
Kalibrasi atau peneraan adalah memeriksa instrumen terhadap standar yang diketahui untuk selanjutnya mengurangi kesalahan dalam ketelitiannya.
Kalibrasi dilakukan terhadap :
1. standar primer
2. standar sekunder yang mempunyai ketelitian lebih tinggi dari instrumen yang dikalibrasi.
3. dengan sumber masukan yang diketahui.
Kalibrasi merupakan proses verifikasi bahwa suatu akurasi alat ukur sesuai dengan rancangannya. Kalibrasi biasa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung dengan standar nasional maupun internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.
Sistem manajemen kualitas memerlukan sistem pengukuran yang efektif, termasuk di dalamnya kalibrasi formal, periodik dan terdokumentasi, untuk semua perangkat pengukuran.
Kalibrasi, pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala.
Di beberapa negara, termasuk Indonesia, terdapat direktorat metrologi yang memiliki standar pengukuran (dalam SI dan satuan-satuan turunannya) yang akan digunakan sebagai acuan bagi perangkat yang dikalibrasi. Direktorat metrologi juga mendukung infrastuktur metrologi di suatu negara (dan, seringkali, negara lain) dengan membangun rantai pengukuran dari standar tingkat tinggi/internasional dengan perangkat yang digunakan. Hasil kalibrasi harus disertai pernyataan “traceable uncertainity” untuk menentukan tingkat kepercayaan yang di evaluasi dengan seksama dengan analisa ketidakpastian.

Metrologi
Metrologi secara sederhana disebut sebagai suatu ilmu pengukuran, dan dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada suatu kegiatan pengukuran serta bagaimana pentingnya kebenaran dalam mengukur.Misalnya saja, keinginan untuk memiliki sebidang tanah ataupun rumah dihadapkan pada perlunya pengukuran.Melakukan aktivitas perjalanan ke suatu tempat pun kita memerlukan ukuran tentang waktu maupun jarak. Di dunia kedokteran, demi kesehatan dan keselamatan pasien dibutuhkan alat-alat ukur yang terjamin kebenarannya dalam mengukur. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa hampir tidak mungkin bagi kita berhadapan dengan sesuatu tanpa menggunakan suatu ukuran.
Namun disayangkan informasi mengenai metrologi secara umum yang benar masih tergolong sangat langka. Padahal pemahaman metrologi di Indonesia harus sudah mulai menjadi milik masyarakat luas yang terdiri dari berbagai lapisan dan tidak hanya terbatas bagi para ilmuwan atau akademisi saja.



Standar
Meter baku (standar) didefinisikan sebagai panjang suatu batang platina-iridium yang dipelihara pada kondisi yang sangat teliti di Biro Internasional untuk Bobot dan Ukuran (International Bureau of Weights and Measures) di Sevres, Perancis.
Kilogram adalah massa platina-iridium yang disimpan di Biro tersebut.
Standar-standar sekunder mengenai massa dan panjang disimpan di National Bureau of Standard (USA) untuk kegunaan kalibrasi.
Tahun 1960 meter standar didefinisikan dengan panjang gelombang cahaya merah-jingga lampu krypton-86. Meter standar adalah :
1 meter = 1.650.763,73 panjang gelombang
1 detik (sekon) adalah waktu yang diperlukan untuk 9.192.631.770 periode radiasi yang berhubungan dengan transisi dua tingkat yang sangat halus daripada keadaan fundamental atom Cesium-133.
Skala suhu absolut diusulkan oleh Lord Kelvin pada tahun 1854 :
K = oC + 273,15
oR = oF + 459,67
oF = 9/5 oC + 32,0












BAB II
PENGUKURAN DAN KESALAHAN

2.1 Konsep Pengukuran
Jika ingin mendapatkan nilai hasil  pengukuran yang mempunyai tingkat keandalan yang tinggi, harus  mengerti tentang konsep pengukuran (pengambilan data) dan kesalahan yang terjadi dalam pengukuran.
Nilai estimasi hasil pengukuran (parameter) diperoleh dari data pengukuran dengan menggunakan model matematika yang menyatakan hubungan antara pengukuran dan hasil pengukuran yang akan ditentukan nilainya. Adapun konsep dalam pengukuran :
Pengukuran pada umumnya menggunakan alat (instrumentation) yang dioperasikan oleh pengukur (observer) dalam keadaan lingkungan (environment) tertentu.
Setiap pengukuran mengandung kesalahan (errors)
Kesalahan sebenarnya (true error) adalah penyimpangan nilai hasil pengukuran (x) terhadap nilai sebenarnya (true value)
e = x - t
dimana e = kesalahan sebenarnya, x = nilai hasil pengukuran dan t = nilai sebenarnya
Karena nilai sebenarnya (t ) tidak pernah diketahui maka nilai kesalahan sebenarnya (e) juga tidak dapat diketahui.
Nilai pengukuran dan kesalahan pengukuran dapat diestimasi
v = x - y
dimana v = estimasi kesalahan (estimasi residu), x = nilai hasil pengukuran dan y = estimasi nilai sebenarnya


Gambar 2.1 Konsep Pengukuran
2.2 Sumber-sumber Kesalahan
Berdasarkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kesalahan, kesalahan yang terjadi pada pengukuran dapat diklasifikasikan sebagai kesalahan karena alam (natural errors), kesalahan karena alat ( instrumental errors) dan kesalahan karena pengukur (personal errors).


Gambar 2.2 Sumber kesalahan



2.3 Jenis-jenis Kesalahan
Secara konvensional kesalahan dikategorikan ke dalam tiga jenis yaitu kesalahan besar (gross error), kesalahan sistematik (systematic error) dan kesalahan acak (random/accidental error).

2.3.1 Kesalahan Besar (Gross Error /Blunder)
Karakteristik : nilai pengukuran menjadi sangat besar/kecil/berbeda bila dibandingkan dengan nilai ukuran yang seharusnya.
Sumber : Kesalahan personal (kecerobohan pengukur)
Efek : Hasil pengukuran yang tidak homogen
Penanganan : Harus dideteksi dan dihilangkan dari hasil pengukuran
Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan besar
ini yaitu:
Cek secara hati-hati semua objek yang akan diukur.
Melakukan pembacaan hasil ukuran secara berulang untuk mengecek kekonsistenan.
Memverifikasi hasil yang dicatat dengan yang dibaca.
Mengulangi seluruh pengukuran secara mandiri untuk mengecek kekonsistenan data
Penggunakan rumus aljabar atau geometrik sederhana untuk mengecek kebenaran hasil ukuran. Misalnya dalam pengukuran sudut sebuah segitiga, jumlah ketiga sudutnya sama
dengan 180°.

2.3.2 Kesalahan Sistematik (Systematic Error)
Karakteristik : terjadi berdasarkan sistem tertentu (deterministic system) yang dapat dinyatakan dalam hubungan fungsional (hubungan matematik) tertentu dan mempunyai nilai yang sama untuk setiap pengukuran yang dilakukan dalam kondisi yang sama
Sumber : Kesalahan alat
Efek : Hasil pengukuran menyimpang dari hasil pengukuran yang seharusnya
Penanganan : Harus dideteksi dan dikoreksi dari nilai pengukuran, contohnya dengan melakukan kalibrasi alat sebelum pengukuran.
Kesalahan sistematik dapat dieliminasi dengan melakukan :
.. Kalibrasi peralatan
.. Menggunakan metoda pengukuran tertentu.
2.3.3 Kesalahan Acak (Random/Accidental Error)
Karakteristik : kesalahan yang masih terdapat pada pengukuran setelah Gross Error dan kesalahan sistematik dihilangkan
Tidak memiliki hubungan fungsional yang dapat dinyatakan dalam model deterministik, tetapi dapat dimodelkan menggunakan model stokastik (berdasarkan teori probabilitas)
Sumber : Personal, Alat, dan Alam
Tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan dengan melakukan pengukuran berulang (redundan observations) dan melakukan hitung perataan terhadap hasil pengukuran dan kesalahan pengukuran. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode perataan kuadrat terkecil (Least SquareAdjustment)
Jika kesalahan sistematik, koreksi dapat dilakukan dengan menggunakan model fungsional dan kalibrasi alat, maka untuk mengeliminir kesalahan acak digunakan model probabilitas.

2.4 Jenis Pengukuran

Gambar 2.3 Jenis Pengukuran
2.4.1 Pengukuran Langsung
Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan nilai hasil pengukuran secara langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan pada kondisi yang sama atau pada kondisi yang berbeda. Pada pengukuran langsung pada kondisi sama, seluruh pengukuran dilakukan oleh pengukur yang sama, alat yang sama, dan keadaan lingkungan yang sama. Sedangkan pengukuran langsung pada kondisi yang tidak sama, terjadi apabila pada waktu pengukuran terjadi pergantian pengukur, alat, atau terjadi perubahan keadaan lingkungan. Contoh : pengukuran daya listrik menggunakan wattmeter
2.4.2 Pengukuran tidak langsung
Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan apabila nilai hasil ukuran tidak mungkin didapatkan langsung.Nilai hasil ukuran yang dicari didapatkan berdasarkan hubungan fungsional tertentu dari beberapa hasil pengukuran langsung.
Contohnya adalah pengukuran daya listrik menggunakan voltmeter,amperemeter.

2.5 Keandalan Pengukuran (Reliability of Measurement)
Beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan keandalan pengukuran adalah presisi (precision) dan akurasi (accuacy).
Presisi adalah derajat kedekatan kesamaan pengukuran antara satu dengan lainnya.Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul) maka dikatakan mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya jika hasil pengukuran menyebar maka dikatakan mempunyai presisi rendah.Presisi diindikasikan dengan penyebaran distribusi probabilitas.Distribusi yang sempit mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya.Ukuran presisi yang sering digunakan adalah standar deviasi (s).Presisi tinggi nilai standar deviasinya kecil dan sebaliknya.

Akurasi adalah derajat kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya. Akurasi mencakup tidak hanya kesalahan acak, tetapi juga bias yang disebabkan oleh kesalahan sistematik yang tidak terkoreksi. Jika tidak ada bias kesalahan sistematik maka standar deviasi dapat dipakai untuk menyatakan akurasi.


Derajat ketidakpastian (uncertainty)
Derajat ketidakpastian adalah selang nilai ukuran yang didalamnya diprediksi kesalahan
pengukuran telah tereduksi























BAB III
SISTEM PENGUKURAN

3.1 Bentuk Umum Sistem Pengukuran
Umumnya sistem pengukuran terdiri dari tahap-tahap berikut :
1. Tahap detektor-transduser, yaitu tahap yang mendeteksi besaran fisika dan melakukan transformasi secara mekanik atau listrik untuk mengubah sinyal menjadi bentuk yang lebih berguna.
2. Tahap antara, yaitu mengubah sinyal langsung dengan penguatan, penyaringan atau cara-cara lain, agar didapatkan keluaran yang dikehendaki.
3. Tahap akhir atau penutup, yaitu tahap yang fungsinya menunjukkan, merekam dan mengendalikan variabel yang diukur.
Gambar 3.1.berikut adalah contoh sebuah alat ukur dalam hal ini yaitu pengukur tekanan tabung bourdon sederhana.


Gambar 3.1.Pengukur tekanan tabung Bourdon sebagi suatu sistem umum pengukuran.

Dari gambar diatas maka tahap-tahap pengukurannya adalah :
• Tahap detektor-transduser adalah tabung bourdon yang berfungsi merubah sinyal tekanan menjadi gerakan mekanik tabung.
• Tahap antara adalah susunan roda gigi yang memperkuat gerakan diujung tabung sehingga gerakan kecil saja bisa menghasilkan sampai tiga- perempat putaran pada roda gigi pusat.
• Tahap penunjuk akhir terdiri dari jarum penunjuk dan susunan muka-baca (dial), yang bila dikalibrasi dengan dengan masukan tekanan yang diketahui, akan menunjukkan sinyal tekanan yang diberikan tabung bourdon itu.
Diagram skema sistem umum pengukuran ditunjukkan oleh gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2. Skema umum sistem pengukuran

Sinyal umpan balik digunakan untuk pengendali pada tahap akhir pengukuran.

3.2 Konsep-konsep Dasar Dalam Pengukuran Dinamik
Pengukuran statik besaran fisika dilakukan bila besaran itu tidak berubah dengan waktu.Contoh besaran statik adalah lenturan balok karenasuatu beban tetap. Lain halnya jika balok tersebut mengalami getaran, defleksinya akan berubah-rubah menurut waktu, dan proses pengukurannyapun akan sulit. Pengukuran proses-proses aliran jauh lebih mudah bila fluida itu mengalir dalam keadaan stedi (keadaan tunak, steady state), dan menjadi sulit bila harus dilakukan pada waktu terdapat perubahan.
Perhatikan sistem peredam pegas-massa seperti gambar 3.3.Sistem ini bisa dianggap sebagai sistem pengukuran mekanik sederhana dimana variabel anjakan (pergerakan, displacement) masukan yang bekerja pada susunan pegas-massa itu adalah x1(t) dan menghasilkan anjakan x2(t) sebagai keluaran.Baik x1 maupun x2 berubah menurut waktu.

Gambar 3.3.Sistem sederhana peredam pegas-massa.
Andaikan gaya redam berbanding lurus dengan kecepatan, maka sesuai dengan hukum Newton tentang gerakan yaitu :

3.3 Soal Latihan
1. Perhatikan suatu termometer raksa-dalam-gelas biasa sebagai suatu sistem pengukuran, dan tunjukkan bagian-bagian mana termometer itu yang dimaksudkan oleh blok fungsional system pengukuran
2. Sebuah termometer digunakan untuk jangkauan 200 sampai 400 0F, dan ketelitiannya dikatakan seperempat persen. Berapakah ketelitian itu dalam suhu ?
3. Sebuah timbangan baja diberi tanda skala setiap 1/32 in. Berapakah kemampuannya dan cacah terkecil skala itu?









BAB IV
SENSOR DAN TRANSDUSER

Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa memahami pengertian sensor dan transduser dan penggunaannya dalam sistem kendali.

Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari topik per topik dalam bab ini, mahasiswa diharapkan :
Dapat menyebutkan definisi dan perbedaan dari sensor, transduser dan alat ukur
Mampu menyebutkan persyaratan umum dalam memilih sensor dan transduser
Dapat menerangkan beberapa jenis sensor dan transduser yang ada di industri
Mengerti tentang klasifikasi sensor dan transduser secara umum.


















4.1 Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama dibidang otomasi industri. Perkembangan ini tampak jelas di industri pemabrikan, dimana sebelumnya banyak pekerjaan menggunakan tangan manusia, kemudian beralih menggunakan mesin, berikutnya dengan electro-mechanic (semi otomatis) dan sekarang sudah menggunakan robotic (full automatic) seperti penggunaan Flexible Manufacturing Systems (FMS) dan Computerized Integrated Manufacture (CIM) dan sebagainya.
Model apapun yang digunakan dalam sistem otomasi pemabrikan sangat tergantung kepada keandalan sistem kendali yang dipakai. Hasil penelitian menunjukan  secanggih apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat tergantung kepada sensor maupun transduser yang digunakan..
Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensorakan sangat menentukan kinerja dari sistem pengaturan secara otomatis.
Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah bukan besaran listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan sebagainya. Untuk memakaikan besaran  listrik pada sistem pengukuran, atau sistem manipulasi atau sistem pengontrolan, maka biasanya besaran yang bukan listrik diubah terlebih dahulu menjadi suatu sinyal listrik melalui sebuah alat yang disebut transducer
Sebelum lebih jauh kita mempelajari sensor dan transduser ada sebuah alat lagi yang selalu melengkapi dan mengiringi keberadaan sensor dan transduser dalam sebuah sistem pengukuran, atau sistem manipulasi, maupun sistem pengontrolan yaitu yang disebut alat ukur.


4.2 Definisi-definisi
D Sharon, dkk (1982), mengatakan sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya..
Contoh; Camera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, LDR (light dependent resistance) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.
William D.C, (1993), mengatakan transduseradalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya”. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas).
Contoh; generator adalah transduser yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik, motor adalah transduser yang merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dan sebagainya.
William D.C, (1993), mengatakan alat ukur adalah sesuatu alat yang berfungsi memberikan batasan nilai atau harga tertentu dari gejala-gejala atau sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi.
Contoh: voltmeter, ampermeter untuk sinyal listrik; tachometer, speedometer untuk kecepatan gerak mekanik, lux-meter untuk intensitas cahaya, dan sebagainya.


4.3 Peryaratan Umum Sensor dan Transduser
Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini : (D Sharon, dkk, 1982)
a. Linearitas
Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik. Gambar 1.1 memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda. Garis lurus pada gambar 1.1(a). memperlihatkan tanggapan linier, sedangkan pada gambar 1.1(b). adalah tanggapan non-linier.



b. Sensitivitas
Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan  masukan”. Beberepa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan  satu derajat pada masukan akan menghasilkan  perubahan  satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama.Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan paga gambar 1.1(b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur yang rendah.
c. Tanggapan Waktu
Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri.Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri.Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a).
Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan hertz (Hz).{ 1 hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik]. Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat lihat gambar 1.2(b) maka tidak diharapkan akan melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya akan menunjukan temperatur rata-rata.


  Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 hertz”. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan “decibel (db)”, yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan daya keluaran pada frekuensi referensi.  

      Yayan I.B, (1998), mengatakan ketentuan lain yang perlu diperhatikan dalam memilih sensor yang tepat  adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut ini:
a. Apakah ukuran fisik sensor cukup memenuhi untuk dipasang pada tempat yang diperlukan?
b. Apakah ia cukup akurat?
c. Apakah ia bekerja pada jangkauan yang sesuai?
d. Apakah ia akan mempengaruhi kuantitas yang sedang diukur?.
    Sebagai contoh, bila sebuah sensor panas yang besar dicelupkan kedalam jumlah air air yang kecil, malah menimbulkan efek memanaskan air tersebut, bukan menyensornya.
e. Apakah ia tidak mudah rusak dalam pemakaiannya?
f. Apakah ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya?
g. Apakah biayanya terlalu mahal?

4.4 Jenis Sensor dan Transduser
   Perkembangan sensor dan transduser sangat cepat sesuai kemajuan teknologi otomasi, semakin komplek suatu sistem otomasi dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan.
Robotik adalah sebagai contoh penerapan sistem otomasi yang kompleks, disini  sensor yang digunakan dapat dikatagorikan menjadi dua jenis sensor yaitu: (D Sharon, dkk, 1982)
a. Internal sensor, yaitu sensor yang dipasang di dalam bodi robot.
Sensor internal diperlukan untuk mengamati posisi, kecepatan, dan akselerasi  berbagai
b. External sensor, yaitu sensor yang dipasang diluar bodi robot.
Sensor eksternal diperlukan karena dua macam alasan yaitu:
1) Untuk keamanan dan
2) Untuk penuntun.
Yang dimaksud untuk keamanan” adalah termasuk keamanan robot, yaitu perlindungan terhadap robot dari kerusakan yang ditimbulkannya sendiri, serta keamanan untuk peralatan, komponen, dan orang-orang dilingkungan dimana robot tersebut digunakan. Berikut ini adalah dua contoh sederhana untuk mengilustrasikan kasus diatas.
Contoh pertama: andaikan sebuah robot bergerak keposisinya yang baru dan ia menemui suatu halangan, yang dapat berupa mesin lain misalnya. Apabila robot tidak memiliki sensor yang mampu mendeteksi halangan tersebut, baik sebelum atau setelah terjadi kontak, maka akibatnya akan terjadi kerusakan.
Contoh kedua: sensor untuk keamanan diilustrasikan dengan problem robot dalam mengambil sebuah telur. Apabila pada robot dipasang pencengkram mekanik (gripper), maka sensor harus dapat mengukur seberapa besar tenaga yang tepat untuk mengambil telor tersebut. Tenaga yang terlalu besar akan menyebabkan pecahnya telur, sedangkan apabila terlalu kecil telur akan jatuh terlepas.
Kini bagaimana dengan sensor untuk penuntun atau pemandu?. Katogori ini sangatlah luas, tetapi contoh berikut akan memberikan pertimbangan.
Contoh pertama: komponen yang terletak diatas ban berjalan tiba di depan robot yang diprogram untuk menyemprotnya. Apa yang akan terjadi bila sebuah komponen hilang atau dalam posisi yang salah?. Robot tentunya harus memiliki sensor yang dapat mendeteksi ada tidaknya komponen, karena bila tidak ia akan menyemprot tempat yang kosong. Meskipun tidak terjadi kerusakan, tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang diharapkan terjadi pada suatu pabrik.
Contoh kedua: sensor untuk penuntun diharapkan cukup canggih dalam pengelasan. Untuk melakukan operasi dengan baik, robot haruslah menggerakkan tangkai las sepanjang garis las yang telah ditentukan, dan juga bergerak dengan kecepatan yang tetap serta mempertahankan suatu jarak tertentu dengan permukaannya.

Sesuai dengan fungsi sensor sebagai pendeteksi sinyal dan meng-informasikan sinyal tersebut ke sistem berikutnya, maka peranan dan fungsi sensor akan dilanjutkan oleh transduser. Karena keterkaitan antara sensor dan transduser begitu erat maka pemilihan transduser yang tepat dan sesuai juga perlu diperhatikan.

4.5 Klasifikasi Sensor

Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu:
a.   sensor thermal (panas)
 b.   sensor mekanis
 c.   sensor optik (cahaya)

Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu.
Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo dioda, photo multiplier, photovoltaik, infrared pyrometer, hygrometer, dsb.
Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan, aliran, level dsb.
Contoh;  strain gage, linear variable deferential transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dsb.
Sensor optic atau cahaya adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai benda atau ruangan.
Contoh;  photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic, photo multiplier, pyrometer optic, dsb.


4.6 Klasifikasi Transduser  (William D.C, 1993)
a. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri)
Self generatingtransduser adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi.
      Contoh: piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dsb.
Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu energi listrik dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser berperan sebagai sumber tegangan.
b. External power transduser (transduser daya dari luar)
External power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah  energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran.
Contoh: RTD (resistance thermal detector), Starin gauge, LVDT (linier variable differential transformer), Potensiometer, NTC, dsb.

Tabel berikut menyajikan prinsip kerja serta pemakaian transduser berdasarkan sifat kelistrikannya.

Tabel 4.1. Kelompok Transduser
Parameter listrik dan kelas transduser Prinsip kerja dan sifat alat Pemakaian alat
Transduser Pasif
Potensiometer Perubahan nilai tahanan karena posisi kontak bergeser Tekanan, pergeseran/posisi
Strain gage Perubahan nilai tahanan akibat perubahan panjang kawat oleh tekanan dari luar Gaya, torsi, posisi
Transformator selisih (LVDT) Tegangan selisih dua kumparan primer akibat pergeseran inti trafo Tekanan, gaya, pergeseran
Gage arus pusar Perubahan induktansi kumparan akibat perubahan jarak plat Pergeseran, ketebalan
Transduser Aktif
Sel fotoemisif Emisi elektron akibat radiasi yang masuk pada permukaan fotemisif Cahaya dan radiasi
Photomultiplier Emisi elektron sekunder akibat radiasi yang masuk ke katoda sensitif cahaya Cahaya, radiasi dan relay sensitif cahaya
Termokopel Pembangkitan ggl pada titik sambung dua logam yang berbeda akibat dipanasi Temperatur, aliran panas, radiasi
Generator kumparan putar (tachogenerator) Perputaran sebuah kumparan di dalam medan magnit yang membangkitkan tegangan Kecepatan, getaran
Piezoelektrik Pembangkitan ggl bahan kristal piezo akibat gaya dari luar Suara, getaran, percepatan, tekanan
Sel foto tegangan Terbangkitnya tegangan pada sel foto akibat rangsangan energi dari luar Cahaya matahari
Termometer tahanan (RTD) Perubahan nilai tahanan kawat akibat perubahan temperatur Temperatur, panas
Hygrometer tahanan Tahanan sebuah strip konduktif berubah terhadap kandungan uap air Kelembaban relatif
Termistor (NTC) Penurunan nilai tahanan logam akibat kenaikan temperatur Temperatur
Mikropon kapasitor Tekanan suara mengubah nilai kapasitansi dua buah plat Suara, musik,derau
Pengukuran reluktansi Reluktansi rangkaian magnetik diubah dengan mengubah posisi inti besi sebuah kumparan Tekanan, pergeseran, getaran, posisi
Sumber: William D.C, (1993)

4.7 Soal dan Jawaban
1.  Apa saja peranan dan fungsi sensor dalam sistem kendali industri ?
2.  Sebutkan syarat-syarat dalam memilih sensor yang baik ?
3.  Sebutkan beberapa jenis sensor yang ada pada sebuah robotik ?
Jawaban :
1. Sensor berperan untuk mendeteksi gejala perubahan informasi sinyal dalam sistem kontrol, dan berfungsi sebagai umpan balik pada sebuah sistem kendali otomatis.
2.  Syarat sebuah sensor adalah linearitas, sensitivitas dan  respon time
3.  Jenis sensor pada robotik adalah: internal sensor dan eksternal sensor
4.8 Latihan :
1.  Apa yang dimaksud dengan sensor, transduser dan alat ukur
2.  Jelaskan perbedaan ketiganya.
3.  Persyaratan umum sensor dan transduser adalah linearitas, sensitivitas dan tanggapan respon. Jelaskan maksud dari masing-masing syarat tersebut.
4.  Jelaskan perbedaan antara transduser aktif dan transduser pasif.
5.Jelaskan dengan gambar yang dimaksud dengan tanggapan linear dan non linear ?
6.  Adakah ketentuan lain yang harus diketahui dalam memilih sensor dan transduser
7.  Apa fungsi dan kegunaan external sensor pada sebuah robot ?
8.  Sebutkan beberapa buah transduser aktif dan transduser pasif yang anda ketahui ?





















BAB V
SENSOR THERMAL


Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan tentang sensor thermal yang banyak digunakan pada sistem pengontrolan di industri

Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari topik per topik pada bab ini mahasiswa diharapkan :
1. Mengerti peranan dan fungsi sensor thermal dalam sistem pengaturan otomasi
2. Mengerti tentang bimetal sebagai sensor thermal
3. Mengerti tentang termistor sebagai sensor thermal
4. Mengerti tentang RTD sebagai sensor thermal
5. Mengerti tentang Termokopel sebagai sensor thermal
6. Mengerti tentang Dioda (IC Hybrid) sebagai sensor thermal
7. Mengerti tentang Infrared Pyrometer sebagai sensor thermal














5.1 Pendahuluan
AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System). Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada suatu titik tetap triple point, dimana fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16 oK ( derajat Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan hubungan sebagai berikut:
oF = 9/5 oC + 32  atau
oC = 5/9 (oF-32)  atau
oR = oF + 459,69  
Yayan I.B, (1998), mengatakan temperatur adalah kondisi penting dari suatu substrat. Sedangkan  “panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas tersebut.
Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:
1. Benda padat,
2. Benda cair dan
3. Benda gas (udara)

Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara :
1. Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui  benda padat (penghantar) secara kontak langsung
2. Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung
3. Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak langsung
Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu tipe sensor dengan pertimbangan :
1. Penampilan (Performance)
2. Kehandalan  (Reliable) dan
3. Faktor ekonomis ( Economic)


5.2 Pemilihan Jenis Sensor Suhu
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor suhu adalah: (Yayan I.B, 1998)
1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.
2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran
3. Konduktivitas kalor dari substrat
4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat
5. Linieritas sensor
6. Jangkauan temperatur kerja
Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia dari sensor seperti ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan, pengkabelan (instalasi), keamanan dan lain-lain.

Temperatur Kerja Sensor
Setiap sensor suhu memiliki temperatur kerja yang berbeda, untuk pengukuran suhu disekitar kamar yaitu antara -35oC sampai 150oC, dapat dipilih sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC hibrid.Untuk suhu menengah yaitu antara 150oC sampai 700oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD. Untuk suhu yang lebih tinggi sampai 1500oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak langsung, maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk pengukuran suhu pada daerah sangat dingin dibawah 65oK =  -208oC ( 0oC = 273,16oK ) dapat digunakan resistor karbon biasa karena pada suhu ini karbon berlaku seperti semikonduktor. Untuk suhu antara 65oK sampai -35oC dapat digunakan kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.
Gambar 5.1. berikut memperlihatkan karakteristik dari beberapa jenis sensor suhu yang ada.

Thermocouple RTD Thermistor IC Sensor






 V




                       T   R




                       T   R




                       T V, I




                       T
Advantages - self powered
- simple
- rugged
- inexpensive
- wide variety
- wide temperature range - most stable
- most accurate
- more linear than termocouple - high output
- fast
- two-wire ohms measurement - most linear
- highest output
- inexpensive
Disadvantages



- non linear
- low voltage
- reference required
- least stable
- least sensitive - expensive
- power supply required
- small ΔR
- low absolute resistance
- self heating - non linear
- limited temperature range
- fragile
- power supply required
- self heating - T < 200oC
- power supply required
- slow
- self heating
- limited configuration

Gambar 5.1.Karakteristik  sensor temperature (Schuller, Mc.Name, 1986)



5.3. Bimetal
Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan karena kesederhanaan yang dimilikinya.Bimetal biasa dijumpai pada alat strika listrik dan lampu kelap-kelip (dimmer). Bimetal adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah lempengan logam yang berbeda koefisien muainya (α) yang  direkatkan menjadi satu.
Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian tergantung dari jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut. Bila dua lempeng logam saling direkatkan dan dipanaskan, maka logam yang memiliki koefisien muai lebih tinggi akan memuai lebih panjang sedangkan yang memiliki koefisien muai lebih rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan reaksi muai tersebut maka bimetal akan melengkung kearah logam yang muainya lebih rendah. Dalam aplikasinya bimetal dapat dibentuk menjadi saklar Normally Closed (NC) atau Normally Open  (NO).


Gambar 5.2. Kontruksi Bimetal  ( Yayan I.B, 1998)

Disini berlaku rumus pengukuran temperature dwi-logam yaitu :

dan dalam praktek tB/tA = 1 dan (n+1).n =2, sehingga;

di mana ρ  = radius kelengkungan
t = tebal jalur total
n = perbandingan modulus elastis, EB/EA
m = perbandingan tebal, tB/tA
T2-T1 = kenaikan temperature
αA, αB = koefisien muai panas logamA dan logam B

5.4. Termistor
Termistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6%  untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolandan kompensasi temperatur secara presisi.
Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5  sampai 75  dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya.
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien)

Koefisien temperatur αdidefinisikan pada temperature tertentu, misalnya 25oC   sbb.:


Gambar 5.3 . Konfigurasi Thermistor: (a) coated-bead
(b) disk  (c) dioda  case  dan  (d) thin-film
Teknik Kompensasi Termistor:
Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur dan resistansi  seperti tampak pada gambar 5.4


Gambar 5.4. Grafik Termistor resistansi vs temperatuer:
(a) logaritmik  (b) skala linier

Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut rangkaian dasar untuk mengubah resistansi menjadi tegangan.

 Gambar 5.5. Rangkaian uji termistor sebagai pembagi tegangan

Thermistor dengan koefisien positif (PTC, tidak baku)


Gambar 5.6. Termistor jenis PTC:  (a) linier (b) switching

   Cara lain untuk mengubah resistansi menjadi tegangan adalah dengan teknik linearisasi.


Daerah resistansi mendekati linier





Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan lebih baik digunakan untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan dapat diatur titik kesetimbangannya.



Gambar 5.7. Dua buah Termistor Linier:
(a) Rangkaian sebenarnya  (b) Rangkaian Ekivalen


Gambar 5.8. Rangkaian penguat jembatan untuk resistansi sensor

Nilai tegangan outputnya adalah:

atau rumus lain untuk tegangan output



5.5. Resistance Thermal Detector (RTD)
RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan.RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator.Bahan tersebut antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi.


RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:
1. Tidak diperlukan suhu referensi
2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara mem-perpanjang kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.
3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel
4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi masalah
5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi sederhana dan murah.

Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah:

dimana : Ro  =  tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0oC)
  RT =  tahanan konduktor pada temperatur toC
  α   =  koefisien temperatur tahanan
  Δt  = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal

Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah:



Gambar 5.10.  Resistansi versus Temperatur untuk variasi RTD metal


 Bentuk lain dariKonstruksi RTD


Gambar 5.11.  Jenis RTD: (a) Wire   (b) Ceramic Tube (c) Thin Film


Rangkaian Penguat untuk three-wire RTD

Gambar 5.12.  (a) Three Wire RTD (b) Rangkaian Penguat


Ekspansi Daerah Linier
Ekspansi daerah linear dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Menggunakan tegangan referensi untuk kompensasi nonlinieritas
2. Melakukan kompensasi dengan umpan balik positif


Gambar 5.13.  Kompensasi non linier (a) Respon RTD non linier;      (b) Blok diagram rangkaian koreksi

5.6. Termokopel
        Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas, elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.



    Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah, dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang tidak disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( gaya electromagnet ) yang dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan T2) dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E,  Peltir (1834), menemukan gejala panas yang mengalir dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan  cold-junction,  dan Sir William Thomson, menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya menghasilkan rumus sbb:

E = C1(T1-T2) + C2(T12 – T22) (…)

   Efek Peltier      Efek Thomson

atau   E = 37,5(T1_T2) – 0,045(T12-T22)         ( ...)

di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C1 dan C2 untuk termokopel tembaga/konstanta.



       Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan panas dari ujung panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu termokopel diberi tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi panas atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan polaritas tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan membuat termokopel menjadi pendingin.
        Thermocouple sebagai sensor temperatur memanfaatkan beda workfunction dua bahan metal

Gambar 5.16. Hubungan Termokopel (a) titik beda potensial
  (b)  daerah pengukuran dan titik referensi


Pengaruh sifat thermocouple pada wiring



Gambar 5.17. Tegangan referensi pada titik sambungan:
       (a) Jumlah tegangan tiga buah metal (b) Blok titik sambungan

Sehingga diperoleh rumus perbedaan tegangan :

Rangkaian kompensasi untuk Thermocouple diperlihat oleh gambar 5.18


Gambar 5.18. Rangkaian penguat tegangan junction termokopel

Perilaku beberapa jenis thermocouple diperlihatkan oleh gambar 5.19
 
Gambar 5.19. Karateristik beberapa tipe termokopel

5.7. Dioda sebagai Sensor Temperatur

          Dioda dapat pula digunakan sebagai sensor temperatur yaitu dengan  memanfaatkan sifat tegangan junction

        Dimanfaatkan juga pada sensor temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki rangkaian penguat dan kompensasi dalam chip yang sama).


        Contoh rangkaian dengan dioda sebagai sensor temperature
 

        Contoh rangkaian dengan IC sensor


Rangkaian alternatif untuk mengubah arus menjadi tegangan pada IC sensor    temperature


Gambar 5.20. Rangkaian peubah arus ke tegangan untuk IC termo sensor

5.8.  Infrared Pyrometer

Sensor inframerah dapat pula digunakan untuk sensor temperatur

Gambar 5.21. Infrared Pyrometer sebagai sensor temperatur
Memfaatkan perubahan panas antara cahaya yang dipancarkan dengan diterima yang diterima pyrometer terhadap objek yang di deteksi.

5.9 Soal dan Jawaban
1. Sebutkan beberapa macam jenis sensor thermal yang anda ketahui
2. Jelaskan cara kerja sensor bimetal dan contoh pemakaiannya.
3. Ada berapa jenis sensor termistor yang anda ketahui
4. Jelaskan cara operasi sensor termokopel dalam sistem pengukuran

Jawaban
1. Jenis-jenis sensor thermal antara lain : bimetal, termistor, RTD, Termokopel, IC Hybrid, Infrared pyrometer.
2. Sensor bimetal terdiri dari dua lempengan logam yang berbeda panas jensinya dan disatukan. Bimetal bekerja apabila didekatkan dengan sumber panas yang terkondisi, maka bimetal akan membengkok kearah bahan logam yang panas jenisnya lebih rendah.
3. Jensi termistor ada 3 macam antara lain : coated-bead, disk, dioda  case  dan   thin-film
4. Termokopel terdiri dari dua buah logam yang berbeda panas jensinya yang salah satu ujungnya disatukan. Bila ujung yang disatukan di panaskan maka sisi ujung lainnya akan menghasilkan tegangan yang dapat di ukur.

5.10 Latihan
1. Sebutkan ada berapa macam cara kalor subtract dapat mengalir dalam media padat, cair dan gas.
2. Sebutkan batas temperatur operasi kerja dari sensor thermal yang anda ketahui
3. Sebutkan keunggulan sensor suhu jenis RTD dari pada sensor termokopel.
4.  Gambarkan kontruksi dari sensor bimetal, termokopel dan termistor
5.  Kenapa sensor RTD lebih diunggulkan pemakaiannya dari pada sensor thermal jenis lainnya.
6.  Untuk mendeteksi suhu kerja dibawah nol darajat, sensor jenis mana yang paling tepat digunakan.
7.  Jelaskan cara kerja sensor infrared pyrometer

BAB VI
SENSOR MECHANICS



Tujuan Umum
Setelah mahasiswa mempelajarai bab ini, diharapkan dapat memahami fungsi dan peranan sensor mekanik dalam teknik pengukuran dan pengontrolan sistem di dunia nyata dengan baik.

Tujuan Khusus
Setelah mempelajari topik demi topik dalam bab ini maka diharapkan mahasiswa dapat :
1. Mengerti tentang macam-macam dan fungsi dari sensor posisi dengan baik.
2. Mengerti tentang jenis, fungsi dan kegunaan dari sensor kecepatan dalam sistem kendali berumpan balik dengan baik
3. Mengerti jenis-jenis dan penerapan dari sensor tekanan dalam sistem pengaturan berumpan balik dengan baik
4. Mengerti macam, fungsi dan kegunaan dari sensor aliran fluida dengan baik
5. Mengerti tentang macam, fungsi dan penerapan sensor level dalam sistem otomasi industri dengan baik











Pendahuluan
Pergerakkan mekanis adalah tindakan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti perpindahan suatu benda dari suatu posisi ke posisi lain, kecepatan mobil di jalan raya, dongrak mobil yang dapat mengangkat mobil seberat 10 ton, debit air didalam pipa pesat, tinggi permukaan air dalam tanki.
Semua gerak mekanis tersebut pada intinya hanya terdiri dari tiga macam, yaitu gerak lurus, gerak melingkar dan gerak memuntir. Gerak mekanis disebabkan oleh adanya gaya aksi yang dapat menimbulkan gaya reaksi. Banyak cara dilakukan untuk mengetahui atau mengukur gerak mekanis misalnya mengukur jarak atau posisi dengan meter, mengukur kecepatan dengan tachometer, mengukur debit air dengan rotameter dsb. Tetapi jika ditemui gerakan mekanis yang berada dalam suatu sistem yang kompleks maka diperlukan sebuah sensor untuk mendeteksi atau mengimformasikan nilai yang akan diukur. Berikut akan dijabarkan beberapa jenis sensor mekanis yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari.

6.1. Sensor Posisi
Pengukuran posisi dapat dilakukan dengan cara analog dan digital. Untuk pergeseran yang tidak terlalu jauh pengukuran dapat dilakukan menggunakan cara-cara analog, sedangkan untuk jarak pergeseran yang lebih panjang lebih baik digunakan cara digital.
Hasil sensor posisi atau perpindahan dapat digunakan untuk mengukur perpindahan linier atau angular. Teknis perlakuan sensor dapat dilakukan dengan cara terhubung langsung ( kontak ) dan tidak terhubung langsung ( tanpa kontak ).
6.1.1. Strain gauge (SG)
Strain gauge dapat dijadikan sebagai sensor posisi. SG dalam operasinya memanfaatkan perubahan resistansi sehingganya dapat digunakan untuk mengukur perpindahan yang sangat kecil akibat pembengkokan (tensile stress) atau peregangan  (tensile strain). Definisi elastisitas (ε) strain gauge adalah perbandingan perubahan panjang (ΔL) terhadap panjang semula (L) yaitu:

atau perbandingan perubahan resistansi (ΔR) terhadap resistansi semula (R) sama dengan faktor gage (Gf) dikali elastisitas starin gage (ε) :

Secara konstruksi SG terbuat dari bahan metal tipis (foil) yang diletakkan diatas kertas. Untuk proses pendeteksian SG ditempelkan dengan benda uji dengan dua cara yaitu:
 1.  Arah perapatan/peregangan dibuat sepanjang mungkin (axial)
 2.  Arah tegak lurus perapatan/peregangan dibuat sependek mungkin (lateral)

Gambar 6.1. Bentuk phisik strain gauge

Faktor gauge (Gf) merupakan tingkat elastisitas bahan metal dari SG.
   • metal incompressible Gf = 2
   • piezoresistif Gf =30
• piezoresistif sensor digunakan pada IC sensor tekanan
Untuk melakukan sensor pada benda uji maka rangkaian dan penempatan SG adalah
   • disusun dalam rangkaian jembatan
   • dua strain gauge digunakan berdekatan, satu untuk peregangan/perapatan , satu untuk  kompensasi temperatur pada posisi yang tidak terpengaruh peregangan/ perapatan
   • respons frekuensi ditentukan masa tempat strain gauge ditempatkan



Gambar 6.2. Pemasangan strain gauge: (a) rangkaian jembatan
(b) gage1 dan gage 2 posisi 90  (c) gage 1 dan gage 2 posisi sejajar
6.1.2. Sensor Induktif dan Elektromagnet
        Sensor induktif memanfaatkan perubahan induktansi
• sebagai akibat pergerakan inti feromagnetik dalam koil
       • akibat bahan feromagnetik yang mendekat


Gambar 6.3. Sensor posisi: (a) Inti bergeser datar  (b) Inti I bergser berputar,
(c) Rangkaian variable induktansi

      Rangkaian pembaca perubahan induktansi
      • dua induktor disusun dalam rangkaian jembatan, satu sebagai dummy
      • tegangan bias jembatan berupa sinyal ac
      • perubahan induktasi dikonversikan secara linier menjadi perubahan tegangan

  KL = sensistivitas induktansi terhadap posisi

      • output tegangan ac diubah menjadi dc atau dibaca menggunakan detektor fasa



Gambar 6.4.  Rangkaian uji sensor posisi induktif
      Sensor elektromagnetik memanfatkan terbangkitkannya gaya emf oleh pada koil  yang mengalami perubahan medan magnit
• output tegangan sebanding dengan kecepatan perubahan posisi koil terhadap sumber magnit
 
     • perubahan medan magnit diperoleh dengan pergerakan sumber medan magnit atau pergerakan koilnya (seperti pada mikrofon dan loudspeaker)
 
 Gambar 6.5.  Pemakaian sensor posisi: (a) pada microphone, (b) pada loudspeaker


6.1.3. Linier Variable Differential Transformer (LVDT)

   – memanfaatkan perubahan induksi magnit dari kumparan primer ke dua kumparan sekunder
   – dalam keadaan setimbang, inti magnet terletak ditengah dan kedua kumparan sekunder menerima fluks yang sama
   – dalam keadaan tidak setimbang, fluks pada satu kumparan naik dan yang lainnya   turun
   – tegangan yang dihasilkan pada sekunder sebading dengan perubahan posisi inti magnetic

   – hubungan linier bila inti masih disekitar posisi kesetimbangan


 Gambar 6.6. LVDT sebagai sensor posisi: (a) konstruksi LVDT, (b) Rangakaian       listrik, (c) rangkaia  uji LVDT, (d) Karakteristik LVDT

   – rangkaian detektor sensitif fasa pembaca perpindahan dengan LVDT

Gambar 6.7. Rangkain uji elektronik LVDT
6.1.4. Transduser Kapasitif
   – memanfaatkan perubahan kapasitansi
      • akibat perubahan posisi bahan dielektrik diantara
         kedua keping
      • akibat pergeseran posisi salah satu keping dan luas
         keping yang berhadapan langsung
      • akibat penambahan jarak antara kedua keeping


Gambar 6.8. Sensor posisi kapasitif: (a) pergeseran media mendatar, (b) pergeseran  berputar, (c) pergeseran jarak plat


   – nilai kapasitansi berbanding lurus dengan area dan berbanding terbaik dengan jarak


    – cukup sensitif tetapi linieritas buruk
    – rangkaian jembatan seperti pada sensor induktif dapat digunakan dengan kapasitor dihubungkan paralel dengan resistansi (tinggi) untuk memberi jalur DC untuk input
       opamp
    – alternatif kedua mengubah perubahan kapasitansi menjadi perubahan frekuensi osilator
• frekuensi tengah 1 - 10 MHz
            • perubahan frekuensi untuk perubahan kapasitansi cukup kecil dibandingkan kapasitansi Co



Gambar 6.9. Pemakaian sensor posisi pada rangkaian elektronik:
 (a) kapasitansi menjadi frekuensi, (b) kapasitansi menjadi pulsa

   – Solusi rangkaian murah dengan osilator relaksasi dual inverter CMOS

6.1.5. Transduser perpindahan digital optis
   – mendeteksi posisi melalui kode oleh pemantul atau pelalu transmisi cahaya ke  detektor foto
   – perpindahan (relatif) diukur berupa pulse train dengan frekuensi yang sebanding kecepatan pergerakan


Gambar 6.10.  Sensor posisi digital optis: (a) dan (b) pergeseran berputar, TX-RX sejajar, (c) dan (d) pergeseran mendatar, TX-RX membentuk sudut.


   – deteksi arah gerakan  memanfaatkan dua sinyal dengan saat pulsa naik berbeda


Gambar 6.11. Rangakain uji untuk menentukan arah gerakan/posisi

– posisi mutlak dideteksi menggunakan kode bilangan digital
     •  untuk deteksi perubahan yang ekstrim satu kode digunakan sebagai sinyal clock
•  alternatif lain memanfaatkan kode yang hanya mengijinkan satu perubahan seperti  pada kode Gray
•  kode angular lebih baik dari pada kode linier akibat arah ekpansi thermal pada pelat  kode


Gambar 6.12. Pulsa clock yang dihasilkan berdasarkan bilangan biner

   – pengukuran perpindahan posisi yang kecil dapat dilakukan dengan pola Moire
     • pola garis tegak dan miring memperkuat (ukuran) pergeseran arah x ke pola garis pada arah y
• perubahan dibaca dengan cara optis


Gambar 6.13.  Perubahan posisi kecil menggunakan cara Moire

6.1.6. Transduser Piezoelectric
      Transduser Piezoelectric berkeja memanfaatkan tegangan yang terbentuk saat kristal mengalami pemampatan
• ion positif dan negatif terpisah akibat struktur kristal asimetris
      • bahan kristal: kuarsa dan barium titanat, elektret polivilidin florida
      • bentuk respons


Gambar 6.14.  Transduser Piezoelektrik: (a) konstruksi PE,
(b) rangkaian  ekivalen PE


Gambar 6.15.  Respons Tegangan PE
      Rangkaian pembaca tegangan pada piezoelektrik sensor
     • kristal bukan konduktor (tidak mengukur DC, rangkaian ekivalen) gunakan rangkaian Op-Amp dengan impedansi input tinggi (FET, untuk frekuensi rendah)
     • bila respons yang diukur dekat dengan frekuensi resonansi kristal, ukur muatan sebagai ganti tegangan

di mana Qx   = muatan listrik kristal (coulomb)
Kqe = konstanta kristal (coul/cm)
ε     = gaya tekan ( Newton)

     • Gambar (a) R tinggi untuk alur DC, (b) saklar untuk mengukur tegangan strain saat ON dan OFF dan (c) mengukur muatan, tegangan (Vo)yang dihasilkan adalah :



Gambar 6.16. Rangkaian pembacaan tegangan kristal


6.1.7. Transduser Resolver dan Inductosyn
   – berupa pasangan motor-generator: resolver dan transmiter digunakan untuk mengukur sudut pada sebuah gerakan rotasi
   – kumparan stator sebagai penerima ditempatkan pada sudut yang berbeda
       • 3 stator: syncho
       • 2 stator: resolver
   – versi linier (inductosyn) perbedaan sudut 90 derajat  diperoleh dengan perbedaan 1/4  gulungan


Gambar 6.17. Konstruksi Resolver - Inductosyn dan sinyal yang dihasilkan


6.1.8. Detektor Proximity
    – (a) saklar reed yang memanfatkan saklar yang terhubung atau terlepas berdasarkan  medan magnet
(b) RF-lost akibat adanya bahan metal yang menyerap medan magnet   (frekuensi 40-200 kHz) yang mengakibatkan detector RF turun akibat pembebanan rangkaian resonansi LC pada osilator
(c) Detector kapasitansi mengamati perubahan kapasitansi oleh bahan nonkonduktor
(d) pancaran cahaya terfokus



Gambar 6.18. Beberapa sensor proximity

6.1.8. Potensiometer
Potensiometer yang tersedia di pasaran terdiri dari beberapa jenis, yaitu: potensiometer karbon, potensiometer wire wound dan potensiometer metal film.
1. Potensiometer karbon adalah potensiometer yang terbuat dari bahan karbon harganya cukup murah akan tetapi kepressian potensiometer ini sangat rendah biasanya harga resistansi akan sangat mudah berubah akibat pergeseran kontak.
2. Potensiometer gulungan kawat (wire wound) adalah potensiometer yang menggunakan gulungan kawat nikelin yang sangat kecil ukuran penampangnya. Ketelitian dari potensiometer jenis ini tergantung dari ukuran kawat yang digunakan serta kerapihan penggulungannya.
3. Metal film adalah potensiometer yang menggunakan bahan metal yang dilapiskan ke bahan isolator




Potensiometer karbon dan metal film jarang digunakan untuk kontrol industri karena cepat aus. Potensiometer wire wound adalah potensiometer yang menggunakan kawat halus yang dililit pada batang metal. Ketelitian potensiometer tergantung dari ukuran kawat. Kawat yang digunakan biasanya adalah kawat nikelin.
Penggunaan potensiometer untuk pengontrolan posisi cukup praktis karena hanya membutuhkan satu tegangan eksitasi dan biasanya tidak membutuhkan pengolah sinyal yang rumit. Kelemahan penggunaan potensiometer terutama adalah:
1. Cepat aus akibat gesekan
2. Sering timbul noise terutama saat pergantian posisi dan saaat terjadi lepas kontak
3. Mudah terserang korosi
4. Peka terhadap pengotor

Potensiometer linier adalah potensiometer yang perubahan tahanannya sangat halus dengan jumlah putaran sampai sepuluh kali putaran (multi turn). Untuk keperluan sensor posisi potensiometer linier memanfaatkan perubahan resistansi, diperlukan proteksi apabila jangkauan ukurnya melebihi rating, linearitas yang tinggi hasilnya mudah dibaca tetapi hati-hati dengan friksi dan backlash yang ditimbulkan, resolusinya terbatas yaitu 0,2 – 0,5%


Gambar 6.20. Rangkaian uji Potensiometer


6.1.9. Optical lever displacement detektor
       • memanfaatkan pematulan berkas cahaya dari sumber ke detektor
       • linieritas hanya baik untuk perpindahan yang kecil


Gambar 6.21. Optical Lever Displacement Detector


6.2.  Sensor Kecepatan ( Motion Sensor )
Pengukuran kecepatan dapat dilakukan dengan cara analog dan cara digital. Secara umum pengukuran kecepatan terbagi dua cara yaitu: cara angular dan cara translasi. Untuk mengukur kecepatan translasi dapat diturunkan dari cara pengukuran angular. Yang dimaksud dengan pengukuran angular adalah pengukuran kecepatan rotasi (berputar), sedangkan pengukuran kecepatan translasi adalah kecepatan gerak lurus beraturan dan kecepatan gerak lurus tidak beraturan.


6.2.1. Tacho Generator
Sensor yang sering digunakan untuk sensor kecepatan angular adalah tacho generator. Tacho generator adalah sebuah generator kecil yang membangkitkan tegangan DC ataupun tegangan AC. Dari segi eksitasi tacho generator dapat dibangkitkan dengan eksitasi dari luar atau imbas elektromagnit dari magnit permanent.
Tacho generator DC dapat membangkitkan tegangan DC yang langsung dapat menghasilkan informasi kecepatan, sensitivitas tacho generator DC cukup baik terutama pada daerah kecepatan tinggi. Tacho generator DC yang bermutu tinggi memiliki kutub-kutub magnit yang banyak sehingga dapat menghasilkan tegangan DC dengan riak gelombang yang berfrekuensi tinggi sehingga mudah diratakan. Keuntungan utama dari tacho generator ini adalah diperolehnya informasi dari arah putaran. Sedangakan kelemahannya adalah :
1. Sikat komutator mudah habis
2. Jika digunakan pada daerah bertemperatur tinggi, maka magnet permanent akan mengalami kelelahan, untuk kasus ini, tacho generator sering dikalibrasi.
3. Peka terhadap debu dan korosi
Tacho generator AC berupa generator singkron, magnet permanent diletakkan dibagian tengah yang berfungsi sebagai rotor. Sedangkan statornya berbentuk kumparan besi lunak. Ketika rotor berputar dihasilkan tegangan induksi di bagian statornya. Tipe lain dari tacho generator AC adalah tipe induksi, rotor dibuat bergerigi, stator berupa gulungan kawat berinti besi. Medan magnet permanent dipasang bersamaan di stator. Ketika rotor berputar, terjadi perubahan medan magnet pada gigi yang kemudian mengimbas ke gulungan stator.
Kelebihan utama dari tacho generator AC adalah relatif tahan terhadap korosi dan debu, sedangkan kelemahannya adalah tidak memberikan informasi arah gerak.







Gambar 6.22. Kontruksi Tacho Generator DC








Gambar 6.23. Kontruksi Tacho Generator AC










Gambar 6.24. Kontruksi Tacho Generator AC dengan rotor bergerigi


6.2.2. Pengukuran Kecepatan Cara Digital.
Pengukuran kecepatan cara digital dapat dilakukan dengan cara induktif, kapasitif dan optik. Pengukuran dengan cara induksi dilakukan menggunakan rotor bergerigi, stator dibuat dari kumparan yang dililitkan pada magnet permanen. Keluaran dari sensor ini berupa pulsa-pulsa tegangan. Penggunaan cara ini cukup sederhana, sangat praktis tanpa memerlukan kopling mekanik yang rumit, serta memiliki kehandalan yang tinggi, tetapi kelemahannya tidak dapat digunakan untuk mengukur kecepatan rendah dan tidak dapat menampilkan arah putaran.











Gambar 6.25. Sensor Kecepatan Digital Tipe Induktor

Tipe lain sensor kecepatan adalah cara Optik. Rotor dibuat dari bahan metal atau plastik gelap, rotor dibuat berlubang untuk memberi tanda kepada sensor cahaya. Bila diinginkan informasi arah kecepatan, digunakan dua buah sensor yang dipasang berdekatan. Informasi arah gerah dapat diperoleh dengan cara mendeteksi sensor mana yang lebioh dahulu mendapat sinar (aktif). Sensor cahaya sangat peka terhadap pengotor debu, olej karena itu keselurujan bagian sensor (stator dan rotor)  harus diletakkan pada kemasan tertutup. Kelebihan sensor ini memiliki linearitas yang sangat tinggi untuk daerah jangkauan yang sangat luas. Kelemahannya adalah masih diperlukan adanya kopling mekanik dengan sistem yang di sensor.








Gambar 6.26. Sensor Kecepatan Cara Optik

Sensor kecepatan digital lain adalah menggunakan kapsitf, yaitu rotor dibuat dari bahan metal, bentuknya bulat. Rotor berputar dengan poros tidak sepusat atau bergeser kepinggir sedikit. Stator dibuat dari bahan metal dipasang dengan melengkung untuk memperbesar sensitivitas dari sensor. Ketika rotor diputar maka akan terjadi perubahan kapasitansi diantara rotor dan stator karena putaran rotor tidak simetris. Penerapan dari sensor ini teruatama jika diperlukan pemasangan sensor kecepatan yang berada dilingkungan fluida.








Gambar 6.27. Sensor Kecepatan Cara Kapasitansi.

6.3. Sensor Tekanan ( Presure Sensor )
      • Transduser tekanan dan gaya (load cell)
         – terdiri dari bahan elastis dan sensor perpindahan (displacement)
         – besaran ukur (i) strain atau (ii) displacement
         – pengelompokan: tipe absolute gauge dan diferensial
 

Gambar 6.28. Sensor tekanan diafragma: diafragma tipe datar, (b) diafragma bergelombang, (c) media kapasistansi

• sensor tekanan dengan diafragma reliable, sukar dibuat, reproducible
– besaran ukur strain dengan strain gauge atau displacement dengan kapasitansi
– pengukuran dengan kapasitansi dalam rangkaian jembatan sangat sensitif dan  mahal
Penempatan dan rangkaian sensor
 

• rangkaian jembatan untuk kompensasi temperatur
      • resistor sensitif temperatur baik dalam jembatan maupun pada regulator tegangan


Gambar 6.29.  Rangkaian uji sensor tekanan strain gauge: (a) rangakaian jembatan tanpa kompensator, (b) rangakaian jembatan dengan kompensator

6.3.1. Transduser Tekanan silikon
   – memanfaatkan silikon sebagai bahan strain ukur dan diafragmanya, rangkaian bisa terintegrasi
   – lebih sensistif dari metal karena strain (displacement) dan sifat piezoresistif muncul bersamaan
   – selalu menggunakan 4 gauge dalam jembatan, masalah yang dihadapi
• gauge tidak identik
• sangat sensitif terhadap temperatur
– alternatif solusi:
• eksitasi arus
• kompensasi tegangan jembatan
• kompensasi penguatan amplifier

 
Gambar 6.30. Straingage piezoresistif: (a) phisik peizoresistif straingage,
                   (b) karakteristik peizoresistif sg, (c) respon temperatur pada konfigurasi jembatan

   – konstruksi sensor tekanan silikon
• diafragma dengan proses etsa
• strain gauge dengan difusi dopan
 
Gambar 6.31. Sensor tekanan jenis diafragma silicon: (a) diafragma datar, (b) diafragma melingkar lebih sensitif


          – konstruksi paket sensor tekanan silikon dengan rangkaian kompensasi dan  penguat


Gambar 6.32. Sensor tekanan semikonduktor: (a) konstruksi sensor, (b)blok diagram rangkaian sensor


6.3.2. Sensor Tekanan Tipe Bourdon dan Bellow
   – besaran ukur perpindahan (displacement) memanfaatkan LVDT, sensor reluktansi-variabel, potensiometer
   – konversi tekanan ke perpindahan menggunakan tabung Bourdon atau Bellows

Gambar 6.33. Sensor tekanan tipe lain: (a) dan (b) tipe Bourdon,
(c) dan (d) tipe bellow

6.3.3. Load cell
   – cara kerja mirip dengan sensor tekanan yaitu mengubah gaya menjadi perpindahan
   – menggunakan rangkaian jembatan untuk pembacaan, kalibrasi dan kompensasi temperatur
   – alternatif lain menggunakan kristal piezoelektrik untuk mengukur perubahan gaya
– konfigurasi load cell



Gambar 6.34. Beberapa Contoh Konfigurasi Load Cell

• Spesifikasi Error dan Nonlinearitas pada Sensor

 
Gambar 6.35. Respon sensor secara umum
(a) Simpangan dari garis linear  (b) Bentuk sinyal terdefinisi
6.4. Sensor Aliran Fluida ( Flow Sensor )
Pengukuran aliran mulai dikenal sejak tahun 1732 ketika Henry Pitot mengatur jumlah fluida yang mengalir. Dalam pengukuran fluida perlu ditentukan besaran dan vektor kecepatan aliran pada suatu titik dalam fluida dan bagaimana fluida tersebut berubah dari titik ke titik.
Pengukuran atau penyensoran aliran fluida dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pengukuran kuantitas
Pengukuran ini memberikan petunjuk yang sebanding dengan kuantitas total yang telah mengalir dalam waktu tertentu. Fluida mengalir melewati elemen primer secara berturutan dalam kuantitas yang kurang lebih terisolasi dengan secara bergantian mengisi dan mengosongkan bejana pengukur yang diketahui kapasitasnya.
Pengukuran kuantitas diklasifikasikan menurut :
a. Pengukur gravimetri atau pengukuran berat
b. Pengukur volumetri untuk cairan
c. Pengukur volumetri untuk gas
2. Pengukuran laju aliran
Laju aliran Q merupakan fungsi luas pipa A dan kecepatan V  dari cairan yang mengalir lewat pipa, yakni:
Q = A.V
tetapi dalam praktek, kecepatan tidak merata, lebih besar di pusat. Jadi kecepatan terukur rata-rata dari cairan atau gas dapat berbeda dari kecepatan rata-rata sebenarnya. Gejala ini dapat dikoreksi sebagai berikut:
Q = K.A.V
di mana K adalah konstanta untuk pipa tertentu dan menggambarkan hubungan antara kecepatan rata-rata sebenarnya dan kecepatan terukur. Nilai konstantaini bisa didapatkan melalui eksperimen.
Pengukuran laju aliran digunakan untuk mengukur kecepatan cairan atau gas yang mengalir melalui pipa. Pengukuran ini dikelompokkan lagi menurut jemis bahan yang diukur, cairan atau gas, dan menurut sifat-sifat elemen primer sebagai berikut:
a. Pengukuran laju aliran untuk cairan:
1) jenis baling-baling defleksi
2) jenis baling-baling rotasi
3) jenis baling-baling heliks
4) jenis turbin
5) pengukur kombinasi
6) pengukur aliran magnetis
7) pengukur aliran ultrasonic
8) pengukur aliran kisaran (vorteks)
9) pengukur pusaran (swirl)
b. Pengukuran laju aliran gas
1) jenis baling-baling defleksi
2) jenis baling-baling rotasi
3) jenis termal
3. Pengukuran metoda diferensial tekanan
Jenis pengukur aliran yang paling luas digunakan adalah pengukuran tekanan diferensial. Pada prinsipnya beda luas penampang melintang dari aliran dikurangi dengan yang mengakibatkan naiknya kecepatan, sehingga menaikan pula energi gerakan atau energi kinetis. Karena energi tidak bisa diciptakan atau dihilangkan ( Hukum perpindahan energi ), maka kenaikan energi kinetis ini diperoleh dari energi tekanan yang berubah..
Lebih jelasnya, apabila fluida bergerak melewati penghantar (pipa) yang seragam dengan kecepatan rendah, maka gerakan partikel masing-masing umumnya sejajar disepanjang garis dinding pipa. Kalau laju aliran meningkat, titik puncak dicapai apabila gerakan partikel menjadi lebih acak dan kompleks.
Kecepatan kira-kira di mana perubahan ini terjadi dinamakan kecepatan kritis dan aliran pada tingkat kelajuan yang lebih tinggi dinamakan turbulen dan pada tingkat kelajuan lebih rendah dinamakan laminer.
Kecepatan kritis dinamakan  juga angka Reynold, dituliskan tanpa dimensi:
      di mana : D = dimensi penampang arus fluida, biasanya diameter
 ρ = kerapatan fluida
V = kecepatan fluida
μ = kecepatan absolut fluida
Batas kecepatan kritisuntuk pipa biasanya berada diantara 2000 dan 2300.
Pengukuran aliran metoda ini dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya: menggunakan pipa venturi, pipa pitot, orifice plat (lubang sempit), turbine flow meter, rotameter, cara thermal, menggunakan bahan radio aktif, elektromagnetik, ultar sonic dan flowmeter gyro. Cara lain dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan proses. Yang dibahas dalam buku ini adalah sensor laju aliran berdasarkan perbedaan tekanan.

6.4.1. Sensor Aliran Berdasarkan Perbedaan Tekanan
Metoda ini berdasarkan Hukum Bernoulli yang menyatakan hubungan :

dimana:  P  = tekanan fluida
  ρ  = masa jenis fluida
  v  = kecepatan fulida
  g  = gravitasi bumi
  h  = tinggi fluida (elevasi)

Gambar 6.36. Hukum Kontiunitas

Jika h1 dan h2 dibuat sama tingginya maka
atau

Perhatian : Rumus diatas hanya berlaku untuk aliran Laminer, yaitu aliran yang memenuhi prinsip kontinuitas.
Pipa pitot, orifice plate, pipa venturi dan flow Nozzle menggunakan hukum Bernoulli diatas. Prinsip dasarnya adalah membentuk sedikit perubahan kecepatan dari aliran fluida sehingga diperoleh perubahan tekanan yang dapat diamati. Pengubahan kecepatan aliran fluida dapat dilakukan dengan mengubah diameter pipa, hubungan ini diperoleh dari Hukum kontiunitas aliran fluida.
Perhatikan rumus berikut:    ,di mana : A = luas penampang pipa,            B = debit fluida
Karena debit fluida berhubungan langsung dengan kecepatan fluida, maka jelas kecepatan fluida dapat diubah dengan cara mengubah diameter pipa.

3.4.1.1. Orifice Plate
Alat ukur terdiri dari pipa dimana dibagian dalamnya diberi pelat berlubang lebih kecil dari ukuran diameter pipa. Sensor tekanan diletakan disisi pelat bagian inlet (P1) dan satu lagi dibagian sisi pelat bagian outlet (P2). Jika terjadi aliran dari inlet ke outlet, maka tekanan P1 akan lebih besar dari tekanan outlet P2.
Keuntungan utama dari Orfice plate ini adalah dari :
1. Konstruksi sederhana
2. Ukuran pipa dapat dibuat persis sama dengan ukuran pipa sambungan.
3. Harga pembuatan alat cukup murah
4. Output cukup besar
Kerugian menggunakan cara ini adalah :
1. Jika terdapat bagian padat dari aliran fluida, maka padat bagian tersebut akan terkumpul pada bagian pelat disisi inlet.
2.  Jangkauan pengukuran sangat rendah
3. Dimungkinkan terjadinya aliran Turbulen sehingga menyebabkan kesalahan pengukuran jadi besar karena tidak mengikuti prinsip aliran Laminer.
           4. Tidak memungkinkan bila digunakan untuk mengukur aliran fluida yang bertekanan rendah.

Gambar  6.37. Orifice Plate

Jumlah fluida yang mengalir per satuan waktu ( m3/dt) adalah:

di mana :  Q  = jumlah fluida yang mengalir ( m3/dt)
        K  = konstanta pipa
        A2 = luas penampang pipa sempit
         P  = tekanan fluida pada pipa 1 dan 2
         ρ  = masa jenis fluida
         g  = gravitasi bumi
Rumus ini juga berlaku untuk pipa venturi

6.4.1.2. Pipa Venturi
Bentuk lain dari pengukuran aliran dengan beda tekanan adalah pipa venture.
Pada pipa venture, pemercepat aliran fluida dilakukan dengan cara membentuk corong sehingga aliran masih dapat dijaga agar tetap laminar. Sensor tekana pertama (P1) diletakkan pada sudut tekanan pertama dan sensor tekanan kedua diletakkan pada bagian yang plaing menjorok ke tengah. Pipa venturi biasa dipergunakan untuk mengukur aliran cairan.
Keuntungan dari pipa venturi adalah:
1.Partikel padatan masih melewati alat ukur
2. Kapasitas aliran cukup besar
3. Pengukuran tekana lebih baik dibandingkan orifice plate.
4. Tahan terhadapa gesakan fluida.
Kerugiannya adalah:
1. Ukuiran menjadi lebih besar
2. Lebih mahal dari orifice plate
3. Beda tekanan yang ditimbulkan menjadi lebih kecil dari orifice plate.

Gambar 6.38. Pipa Venturi

6.4.1.3. Flow Nozzle
Tipe Flow Nozzle menggunakan sebuah corong yang diletakkan diantara sambungan pipa sensor tekanan P1 dibagian inlet dan P2 dibagian outlet. Tekanan P2 lebih kecil dibandingkan P1. Sensor jenis ini memiliki keunggulan diabnding venture dan orifice plate yaitu:
1. Masih dapat melewatkan padatan
2. Kapasitas aliran cukup besar
3. Mudah dalam pemasangan
4. Tahan terhadap gesekan fluida
5. Beda tekanan yang diperoleh lebih besar daripada pipa venturi
6. Hasil beda tekanan cukup baik karena aliran masih laminer







Gambar 6.39. Flow Nozzle
6.4.1.4. Pipa Pitot
Konstruksi pipa ini adalah berupa pipa biasa sedang di bagian tengah pipa diselipkan pipa kecil yang dibengkokkan ke arah inlet. Jenis pipa ini jarang dipergunakan di industri karena dengan adanya pipa kecil di bagian tengah akan menyebabkan benturan yang sangat kuat terhadap aliran fluida. Alat ini hanya dipergunakan untuk mengukur aliran fluida yang sangat lambat.






Gambar 6.40. Pipa Pitot

6.4.1.5. Rotameter
Rotameter terdiridari tabung vertikal dengan lubang gerak di mana kedudukan pelampung dianggap vertical sesuai dengan laju aliran melalui tabung (Gambar 3.41). Untuk laju aliran yang diketahui, pelampung tetap stasioner karena gaya vertical dari tekanan diferensial, gravitasi, kekentalan, dan gaya-apung akan berimbang. Jadi kemampuan menyeimbangkan diri dari pelampung yang digantung dengan kawat  dan tergantung pada luas dapat ditentukan. Gaya kebawah  (gravitasi dikurangi gaya apung)  adalah konstan dan demikian pula gaya keatas (penurunan tekanan dikalikan luas pelampung) juga harus konstan. Dengan mengasumsikan aliran non kompresif, hasilnya adalah sebagai berikut:

Di mana,     Q   = laju aliran volume
C   = koefisien pengosongan
      At   = luas tabung
      Af   = luas pelampung
      Vf   = volume pelampung
      Wf  = berat jenis pelampung
      Wff = berat jenis fluida yang mengalir







Gambar 6.41. Rotameter

Pelampung dapat dibuat dari berbagai bahan untuk mendapatkan beda kerapatan yang diperlukan (Wf-Wff) untuk mengukur cairan atau gas tertentu. Tabung sering dibuat dari gelas berkekuatan tinggi sehingga dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kedudukan pelampung.

6.4.2. Cara-cara Thermal
Cara-cara thermal biasanya dipergunakan untuk mengukur aliran udara. Pengukuran dengan menggunakan carathermal dapat dilakukan dengan cara-cara :
Anemometer kawat panas
Teknik perambatan panas
Teknik penggetaran

6.4.2.1. Anemometer Kawat Panas
Metoda ini cukup sederhana yaitu dengan menggunakan kawat yang dipanaskan oleh aliran listrik, arus yang mengalir pada kawat dibuat tetap konstan menggunakan sumber arus konstan. Jika ada aliran udara, maka kawat akan mendingin (seperti kita meniup lilin) dengan mendinginnya kawat, maka resistansi kawat menurun. Karena dipergunakan sumber arus konstan, maka kita dapat menyensor tegangan pada ujung-ujung kawat. Sensor jenis ini memiliki sensitivitas sangat baik untuk menyensor aliran gas yang lambat. Namun sayangnya penginstalasian keseluruhan sensor tergolong sulit.


Disini berlaku rumus :

di mana :  I     = arus kawat
   Rw  = resistansi kawat
    Kc = faktor konversi, panas ke daya listrik
    Tw = temperatur kawat
    Tt   = temperatur fluida yang mengalir
    Hc  = koefisien film (pelapis) dari perpindahan panas
    A    = luas perpindahan panas


Gambar 6.42. Kontruksi Anemometer Kawat Panas

6.4.2.2.  Perambatan Panas
Pada teknik perambatan panas, pemanas dipasang pada bagian luar pipa, pipa tersebut terbuat dari bahan logam. Di kiri dan kanan pemanas, dipasang bahan isolator panas, dan pada isolator ini dipasang sensor suhu. Bila udaramengalir dari kiri ke kanan, maka suhu disebelah kiri akan terasa lebih dingin dibanding suhu sebelah kanan.



Gambar 6.43. Flowmeter Rambatan Panas

Sensor suhu yang digunakan dapat berupa sensor resistif tetapi yang biasa terpasang adalah thermokopel karena memiliki respon suhu yang cepat. Sensor aliran perambatan panas tipe lama, memanaskan seluruh bagian dari saluran udara, sehingga dibutuhkan pemanas sampai puluhan kilowatt, untuk mengurangi daya panas tersebut digunakan tipe baru dengan membelokkan sebagian kecil udara kedalam sensor.

6.4.3. Flowmeter Radio Aktif
Teknik pengukuran aliran dengan radio aktif adalah dengan menembakkan partikel netron dari sebuah pemancar radio aktif. Pada jarak tertentu kea rah outlet, dipasang detector. Bila terjadi aliran, maka akan terdeteksi adanya partikel radio aktif, jumlah partikel yang terdeteksi pada selang tertentu akan sebanding dengan kecepatan aliran fluida.
Teknik lain yang masih menggunakan teknik radio aktif adalah dengan cara mencampurkan bahan radio aktif kedalam fluida kemudian pada bagian-bagian tertentu dipasang detector. Teknik ini dilakukan bila terjadi kesulitan mengukur misalnya karena bahan aliran  terdiri dari zat yang berada pada berbagai fase.
Teknik radio aktif ini juga biaa dipergunakan pada pengobatan yaitu mencari posisi pembuluh darah yang macet bagi penderita kelumpuhan.


Gambar 6.44. Flowmeter Cara Radiasi Nuklir



6.4.4. Flowmeter Elektromagnetis
Flowmeter jenis ini biasa digunakan untuk mengukur aliran cairan elektrolit. Flowmeter ini menggunakan prinsip Efek Hall, dua buah gulungan kawat tembaga dengan inti besi dipasang pada pipa agar membangkitkan medan magnetik. Dua buah elektroda dipasang pada bagian dalam pipa dengan posisi tegak lurus arus medan magnet dan tegak lurus terhadap aliran fluida.
Bila terjadi aliran fluida, maka ion-ion posistif dan ion-ino negatif membelok ke arah elektroda.  Dengan demikian terjadi beda tegangan pada elektroda-elektrodanya. Untuk menghindari adanya elektrolisa terhadap larutan, dapat digunakan arus AC sebagai pembangkit medan magnet.



Gambar 6.45. Prinsip Pengukuran Aliran menggunakan Efek Hall


6.4.5. Flowmeter Ultrasonic
Flowmeter ini menggunakan Azas Doppler.Dua pasang ultrasonic transduser dipasang pada posisi diagonal dari pipa, keduanya dipasang dibagian tepi dari pipa, untuk menghindari kerusakan sensor dantyransmitter, permukaan sensor dihalangi oleh membran. Perbedaan lintasan terjadi karena adanya aliran fluida yang menyebabkan pwerubahan phase pada sinyal yang diterima sensor ultrasonic

Gambar 6.46. Sensor Aliran Fluida Menggunakan Ultrasonic


6.5. Sensor Level
Pengukuran level dapat dilakukan dengan bermacam cara antara lain dengan:
pelampung atau displacer, gelombang udara, resistansi, kapasitif, ultra sonic, optic, thermal, tekanan, sensor permukaan dan radiasi. Pemilihan sensor yang tepat tergantung pada situasi dan kondisi sistem yang akan di sensor.

6.5.1. Menggunakan Pelampung
Cara yang paling sederhana dalam penyensor level cairan adalah dengan menggunakan pelampung yang diberi gagang. Pembacaan dapat dilakukan dengan memasang sensor posisi misalnya potensiometer pada bagian engsel gagang pelampung. Cara ini cukup baik diterapkan untuk tanki-tanki air yang tidak terlalu tinggi.


Gambar 6.47. Sensor Level Menggunakan Pelampung

6.5.2. Menggunakan Tekanan
Untuk mengukur level cairan dapat pula dilakukan menggunakan sensor tekanan yang dipasang di bagian dasar dari tabung. Cara ini cukup praktis, akan tetapi ketelitiannya sangat tergantung dari berat jenis dan suhu cairan sehingga kemungkinan kesalahan pembacaan cukup besar.
Sedikit modifikasi dari cara diatas adalah dengan cara mencelupkan pipa berisi udara kedalam cairan. Tekanan udara didalam tabung diukur menggunakan sensor tekanan, cara ini memanfaatkan hukum Pascal. Kesalahan akibat perubahan berat jenis cairan dan suhu tetap tidak dapat diatasi.



Gambar 6.48. Sensor Level Menggunakan Sensor Tekanan



6.5.3. Menggunakan Cara Thermal
Teknik ini didasarkan pada fakta penyerapan kalor oleh cairan lebih tinggi dibandingkan penyerapan kalor oleh uapnya, sehingga bagian yang tercelup akan lebih dingin dibandingkan bagian yang tidak tercelup. Kontruksi dasar sensor adalah terdidiri dari sebuah elemen pemanas dibentuk berliku-liku dan sebuah pemanas lain dibentuk tetap lurus. Dua buah sensor diletakkan berhadapan dengan bagian tegakdari pemanas, sebuah sensor tambahan harus diletakkan selalu berada dalam cairan yang berfungsi untuk pembanding. Kedua sensor yang berhadapan dengan pemanas digerakkan oleh sebuah aktuator secara perlahan-lahan dengan perintah naik atau turun secara bertahap. Mula-mula sensor diletakkan pada bagian paling atas, selanjutnya sensor suhu digerakkan ke bawah  perlahan-lahan, setiap terdeteksi adanya perubahan suhu pada sensor yang berhadapan pada pemanas berliku, maka dilakukan penambahan pencacahan terhadap pencacah elektronik. Pada saat sensor yang berhadapan dengan pemanas lurus mendeteksi adanya perubahan dari panas ke dingin, maka hasil pencacahan ditampilkan pada peraga.
Sensor level cairan dengan cara thermal ini biasanya digunakan pada tanki-tanki boiler, karena selain sebagai sensor level cairan, juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi gradien perubahan suhu dalam cairan.










Gambar 6.49. Teknik Penyensoran Level Cairan Cara Thermal










Gambar 6.50. Blok Diagram Pengolahan dan Pendisplayan Sensor Level
Menggunakan Cara Thermal




6.5.4. Menggunakan Cara Optik
Pengukuran level menggunakan optic didasarkan atas sifat pantulanpermukaan atau pembiasan sinar dari cairan yang disensor. Ada beberapa carayang dapat digunakan untuk penyensoran menggunakan optic yaitu:
1. Menggunakan sinar laser
2. Menggunakan prisma
3. Menggunakan fiber optik

6.5.4.1. Menggunakan Sinar Laser
Sinar laser dari sebuah sumber sinar diarahkan ke permukaan cairan, kemudian pantulannya dideteksi menggunakan detector sinar laser. Posisi pemancar dan detector sinar laser harus berada pada bidang yang sama. Detektor dan umber sinar laser diputar. Detektor diarahkan agar selalu berada pada posisi menerima sinar. Jika sinar yang datang diterima oleh detektor, maka level permukaan cairan dapat diketahui dngan menghitung posisi-posisi sudut dari sudut detektor dan sudut pemancar.









Gambar 6.51. Sensor Level menggunakan Sinar Laser

6.5.4.2. Menggunakan Prisma
Teknik ini memanfaatkan harga yang berdekatan antara index bias air dengan index bias gelas. Sifat pantulan dari permukaan prisma akan menurun bila prisma dicelupkan kedalam air. Prisma yang digunakan adalah prisma bersudut 45 dan 90 derajat. Sinar diarahkan ke prisma, bila prisma ditempatkan di udara, sinar akan dipantulkan kembali setelah melewati permukaan bawah prisma. Jika prisma ditempatkan di air, maka sinar yang dikirim tidak dipantulkan akan tetapi dibiaskan oleh air, Dengan demikian prisma ini dapat digunakan sebagai pengganti pelampung. Keuntungan yang diperoleh ialah dapat mereduksi ukuran sensor.









Gambar 6.52. Sensor Level menggunakan Prisma

6.5.4.3. Menggunakan Fiber Optik
Teknik ini tidak jauh berbeda dengan teknik penyensoran permukaan air menggunakan prisma, yaitu menggunakan prinsip pemantulan dan pembiasan sinar. Jika fiber optic diletakan di udara, sinar yang dimasukan ke fiber optic dipantulkan oleh dinding fiber optic, sedangkan bila fiber optic telanjang dimasukan ke air, maka dinding fiber optic tidak lagi memantulkan sinar













Gambar 6.53. Sensor Level menggunakan Serat Optik



Contoh Soal:
1. Sebutkan beberapa macam sensor mekanik yang anda ketahui
2. Jelaskan cara kerja straingauge yang digunakan sebagai sensor posisi
3. Ada berapa macam tachogenerator yang dapat digunakan sebagai sensor kecepatan
4. Sebutkan beberapa jenis sensor tekanan yang anda ketahui
5. Pipa venturi dapat digunakan sebagai sensor aliran bagaimana caranya
6. Ada berapa cara dapat dilakukan untuk penyensoran level cairan.

Jawab:
1. Sensor mekanik antara lain: sensor posisi, sensor kecepatan, sensor tekanan, sensor aliran dan sensor level
2. Straingauge adalah sensor posisi yang terbuat dari elemen kawat tahanan.  Bekerja berdasarkan perubahan panjang dari kawat tahanan akibat tekanan atau regangan. Perubahan panjang menyebakan perubahan nilai tahanan yang dimanfaatkan sebagai sensor.
3. Tachogenerator berfungsi sebagai sensor kecepatan ada 3 macam yaitu: tg DC, tg AC dan tg AC bergerigi
4. Sensor tekanan adalah: 1] Transduser Tekanan silicon, 2] Sensor Tekanan Tipe Bourdon dan Bellow dan  3] Load cell
5. Cara kerja pipa venturi sebagai sensor aliran berdasarkan perbedaan tekanan P1 dan P2 yang dipasang pada pipa.







6. Ada  4 cara yaitu : menggunakan pelampung, tekanan, thermal dan optik

Latihan:
1.  Jelaskan cara kerja LVDT yang digunakan sebagai sensor posisi.
2.  Rancanglah sebuah sistem kontrol level cairan yang menggunakan potensiometer sebagai sensor.
3.  Dapatkah sensor ultrasonic digunakan untuk mengukur kedalaman laut? Jelaskan
4. Sebutkan contoh-contoh dari sensor posisi atau displacement.
5. Sebutkan beberapa contoh sensor kecepatan
6. Jelaskan salah satu prinsip operasi dari sensor tekanan
7. Sensor mana yang tepat dan sesuai digunakan sebagai pengontrol aliran fluida laminer
8. Apakah sinar LASER dapat digunakan sebagai sensor level ?  Jelaskan.


























BAB VII
SENSOR CAHAYA


Tujuan Umum
Setelah selesai mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui tentang spektrum warna gelombang elektromagnetis dan memanfaatkannya untuk sistem pengontrolan berbagai plant industr dengan baik

Tujuan Khusus
Setelah mempelajari topik demi  topik dalam bab ini mahasiswa mengerti tentang :
1. Karakteristik divais elektrooptis dengan baik
2. Bermacam jenis sensor cahaya dan memanfaatkannya untuk keperluan kontrol industri dengan baik.
3. Rangkaian-rangakaian aplikasi sensor cahaya untuk teknik pengukuran, pengontrolan dan teknik kompensasi dengan baik.















Pendahuluan
Elemen-elemen sensitive cahaya merupakan alat terandalkan untuk mendeteksi energi cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap semua spectrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra merah.
Energi cahaya bila diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi.
Penggunaan praktis alat sensitif cahaya ditemukan dalam berbagai pemakaian teknik seperti halnya :
Tabung cahaya atau fototabung vakum (vaccum type phototubes), paling menguntungkan digunakan dalam pemakaian yang memerlukan pengamatan pulsa cahaya yang waktunya singkat, atau cahaya yang dimodulasi pada frekuensi yang relative tinggi.
Tabung cahaya gas (gas type phototubes), digunakan dalam industri gambar hidup sebagai pengindra suara pada film.
Tabung cahaya pengali atau pemfotodarap (multiplier phottubes), dengan kemampuan penguatan yang sangat tinggi, sangat banyak digunakan pada pengukuran fotoelektrik dan alat-alat kontrol dan juga sebagai alat cacah kelipan (scientillation counter).
Sel-sel fotokonduktif (photoconductive cell), juga disebut tahanan cahaya (photo resistor) atau tahanan yang bergantung cahaya (LDR-light dependent resistor), dipakai luas dalam industri dan penerapan pengontrloan di laboratorium.
Sel-sel foto tegangan (photovoltatic cells), adalah alat semikonduktor untuk mengubah energi radiasi daya listrik. Contoh yang sangat baik adalah sel matahari (solar cell) yang digunakan dalam teknik ruang angkasa.

7.1. Divais Elektrooptis
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetis (EM) yang memiliki spectrum warna yang berbeda satu sama lain. Setiap warna dalam spectrum mempunyai energi, frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda. Hubungan spektrum optis dan energi dapat dilihat pada formula dan gambar berikut.
Energi photon (Ep) setiap warna dalam spektrum cahaya nilainya adalah:

      Dimana :
Wp = energi photon (eV)
h = konstanta Planck’s (6,63 x 10-34 J-s)
c = kecepatan cahaya, Electro Magnetic (2,998 x 108 m/s)
λ = panjang gelombang (m)
f  = frekuensi (Hz)

Frekuensi foton bergantung pada energi yang dilepas atau diterima saat elektron berpindah tingkat energinya. Spektrum gelombang optis diperlihatkan pada gambar berikut, spektrum warna cahaya terdiri dari ultra violet dengan panjang gelombang 200 sampai 400 nanometer (nm), visible adalah spektrum warna cahaya yang dapat dilihat oleh mata dengan panjang gelombang 400 sampai 800 nm yaitu warna violet, hijau dan merah, sedangkan spektrum warna infrared mulai dari 800 sampai 1600 nm adalah warna cahaya dengan frekuensi terpendek.









Gambar 7.1. Spektrum Gelombang EM

Densitas daya spektral cahaya adalah:

Gambar 7.2. Kurva Output Sinyal Optis

Sumber-sumber energi photon:
Bahan-bahan yang dapat dijadikan sumber energi selain mata hari adalah antara lain:
Incandescent Lamp yaitu lampu yang menghasilkan energi cahaya dari pijaran filament bertekanan tinggi, misalnya lampu mobil, lampu spot light, lampu flashlight.
Energi Atom, yaitu memanfaatkan loncatan atom dari valensi energi 1 ke level energi berikutnya.
Fluorescense, yaitu sumber cahaya yang berasal dari perpendaran bahan fluorescence yang terkena cahaya tajam. Seperti Layar Osciloskop
Sinar LASER adalah sumber energi mutakhir yang dimanfaatkan untuk sebagai cahaya dengan kelebihannya antara lain : monochromatic (cahaya tunggal atau membentuk garis lurus), coherent (cahaya seragam dari sumber sampai ke beban sama), dan divergence (simpangan sangat kecil yaitu 0,001 radians).

7.2. Photo Semikonduktor
Divais photo semikonduktor memanfaatkan efek kuantum pada junction, energi yang diterima oleh elektron yang memungkinkan elektron pindah dari ban valensi ke ban konduksi pada kondisi bias mundur.
Bahan semikonduktor seperti Germanium (Ge) dan Silikon (Si) mempunyai 4 buah electron valensi, masing-masing electron dalam atom saling terikat sehingga electron valensi genap menjadi 8 untuk setiap atom, itulah sebabnya kristal silicon memiliki konduktivitas listrik yang rendah, karena setiap electron terikan oleh atom-atom yang berada disekelilingnya. Untuk membentuk semikonduktor tipe P pada bahan tersebut disisipkan pengotor dari unsure golongan III, sehingga bahan tersebut menjadi lebih bermuatan positif, karena terjadi kekosongan electron pada struktur kristalnya.
Bila semikonduktor jenis N disinari cahaya, maka elektron yang tidak terikat pada struktur kristal akan mudah lepas. Kemudian bila dihubungkan semikonduktor jenis P dan jenis N dan kemudian disinari cahaya, maka akan terjadi beda tegangan diantara kedua bahan tersebut. Beda potensial pada bahan ilikon umumnya berkisar antara 0,6 volt sampai 0,8 volt.

 
(a) (b)

(c)
Gambar 7.3. Konstruksi Dioda Foto (a) junction harus dekat permukaan (b) lensa untuk memfokuskan  cahaya (c) rangkaian dioda foto


Ada beberapa karakteristik dioda foto yang perlu diketahui antara lain:
Arus bergantung linier pada intensitas cahaya
Respons frekuensi bergantung pada bahan (Si 900nm, GaAs 1500nm, Ge 2000nm)
Digunakan sebagai sumber arus
Junction capacitance turun menurut tegangan bias mundurnya
Junction capacitancemenentukan respons frekuensi arus yang diperoleh




Gambar 7.4. Karakteristik Dioda Foto (a) intensitas cahaya (b) panjang gelombang
 (c)  reverse voltage vs arus dan (d) reverse voltage vs kapasitansi


• Rangkaian pengubah arus ke tegangan
Untuk mendapatkan perubahan arus ke tegangan yang dapat dimanfaatkan maka dapat dibuat gambar rangkaian seperti berikut yaitu dengan memasangkan resistor dan op-amp jenis field effect transistor.


Gambar 7.5. Rangkaian pengubah arus ke tegangan


7.3. Photo Transistor
Sama halnya dioda foto, maka transistor foto juga dapat dibuat sebagai sensor cahaya. Teknis yang baik adalah dengan menggabungkan dioda foto dengan transistor foto dalam satu rangkain.
   – Karakteristik transistor foto yaitu hubungan arus, tegangan dan intensitas foto
   – Kombinasi dioda foto dan transistor dalam satu chip
   – Transistor sebagai penguat arus
   – Linieritas dan respons frekuensi tidak sebaik dioda foto




 
Gambar 7.6. Karakteristik transistor foto, (a) sampai (d) rangkaian uji transistor foto

7.4. Sel Photovoltaik
Efek sel photovoltaik terjadi akibat lepasnya elektron yang disebabkan adanya cahaya yang mengenai logam. Logam-logam yang tergolong golongan 1 pada sistem periodik unsur-unsur seperti Lithium, Natrium, Kalium, dan Cessium sangat mudah melepaskan elektron valensinya. Selain karena reaksi redoks, elektron valensilogam-logam tersebut juga mudah lepas olehadanya cahaya yang mengenai permukaan logam tersebut. Diantara logam-logam diatas Cessium adalah logam yang paling mudah melepaskan elektronnya, sehingga lazim digunakan sebagai foto detektor.
Tegangan yang dihasilan oleh sensor foto voltaik adalah sebanding dengan frekuensi gelombang cahaya (sesuai konstanta Plank E = h.f). Semakin kearah warna cahaya biru, makin tinggi tegangan yang dihasilkan. Tingginya intensitas listrik akan berpengaruh terhadap arus listrik. Bila foto voltaik diberi beban maka arus listrik dapat dihasilkan adalah tergantung dari intensitas cahaya yang mengenai permukaan semikonduktor.

Gambar 7.7. Pembangkitan tegangan pada Foto volatik

Berikut karakteristik dari foto voltaik berdasarkan hubungan antara intensitas cahaya dengan arus dan tegangan yang dihasilkan.


Gambar 7.8. (a) & (b) Karakteristik Intensitas vs Arus dan Tegangan
 dan (c) Rangakain penguat tegangan.

7.5. Light Emitting Diode (LED)
   – Prinsip kerja kebalikan dari dioda foto
   – Warna (panjang gelombang) ditentukan oleh band-gap
   – Intensitas cahaya hasil berbanding lurus dengan arus
   – Non linieritas tampak pada arus rendah dan tinggi
   – Pemanasan sendiri(self heating) menurunkan efisiensi pada arus tinggi


Gambar 7.9.  Karakteristik LED

• Karakteristik Arus Tegangan
– Mirip dengan dioda biasa
   – Cahaya biru nampak pada tegangan 1,4 – 2,7 volt
– Tegangan threshold dan energi foton naik menurut energi band-gap
   – Junction mengalami kerusakan pada tegangan 3 volt
– Gunakan resistor seri untuk membatasi arus/tegangan
7.6. Photosel
   – Konduktansi sebagai fungsi intensitas cahaya masuk
   – Resistansi berkisar dari 10MW (gelap) hingga 10W (terang)
   – Waktu respons lambat hingga 10ms
   – Sensitivitas dan stabilitas tidak sebaik dioda foto
   – Untuk ukuran besar lebih murah dari sel fotovoltaik
   – Digunakan karena biaya murah



Gambar 7.10.  Konstruksi dan Karakteristik Fotosel

7.7. Photomultiplier
   – Memanfaatkan efek fotoelektrik
   – Foton dengan nergi lebih tinggi dari workfunction melepaskan elektron dari permukaan katoda
Elektron dikumpulkan (dipercepat) oleh anoda dengan tegangan (tinggi)
   – Multiplikasi arus (elektron) diperoleh dengan dynode bertingkat
– Katoda dibuat dari bahan semi transparan


 
Gambar 7.11.  Konstruksi Photomultiplier

• Rangkaian untuk Photomultiplier
   – Perbedaan tegangan (tinggi) tegangan katoda (negatif) dan dynode(positif)
   – Beban resistor terhubung pada dynoda
   – Common (ground) dihubungkan dengan terminal tegangan positif catu daya
   – Rangkaian koverter arus-tegangan dapat digunakan
– Dioda ditempatkan sebagai surge protection

 
Gambar 7.12.  Rangkaian Ekivalen dan uji Photomultiplier

• Pemanfaatan
   – Sangat sensitif, dapat digunakan sebagai penghitung pulsa
   – Pada beban resistansi rendah 50-1000 W, lebar pulsa tipikal 5-50 ns
– Gunakan peak detektor untuk mengukur tingat energi

• Kerugian
   – Mudah rusak bila terekspos pada cahaya berlebih (terlalu sensitif)
   – Perlu catu tegangan tinggi
   – Mahal


7.8. Lensa Dioda Photo
   – Lensa dimanfaatkan untuk memfokuskan atau menyebarkan cahaya
   – Lensa detektor cahaya sebaiknya ditempatkan dalam selonsong dengan filter sehingga hanya menerima cahaya pada satu arah dan panjang gelombang tertentu saja (misal menghindari cahaya lampu TL dan sinar matahari)
– Gunakan modulasi bila interferensi tinggi dan tidak diperlukan sensitivitas tinggi

 
Gambar 7.13.  Kontruksi dan karakteristik lensa dioda foto


7.9. Pyrometer Optis dan Detektor Radiasi Thermal
– Salah satu sensor radiasi elektro magnetik: flowmeter
   – Radiasi dikumpulkan dengan lensa untuk diserap pada bahan penyerap radiasi
   – Energi yang terserap menyebabkan pemanasan pada bahan yang kemudian diukur  temperaturnya menggunakan thermistor, termokopel dsb
   – Sensitivitas dan respons waktu buruk, akurasi baik karena mudah dikalibrasi (dengan  pembanding panas standar dari resistor)
   – Lensa dapat digantikan dengan cermin
 
Gambar 7.14.  Instalasi Pyrolektrik

   – Detektor sejenis: film pyroelektrik
   – Dari bahan sejenis piezoelektrik yang menghasilkan tegangan akibat pemanasan
   – Hanya ber-respons pada perubahan bukan DC
   – Pirometer optik dapat diguanakanuntuk mengukur atau mendeteksi totalradiation dan monochromatic radiation.

7.10. Isolasi Optis dan Transmiter-Receiver serat optik
   – Cahaya dari LED dan diterima oleh dioda foto digunakan sebagai pembawa informasi  menggantikan arus listrik
   – Keuntungan: isolasi listrik antara dua rangkaian (tegangan tembus hingga 3kV)
– Dimanfaatkan untuk safety dan pada rangkaian berbeda ground
   – Hubungan input-output cukup linier, respons frekuensi hingga di atas 1 MHz

 
Gambar 7.15.  Kontruksi dan karakteristik  lensa dioda foto


• Rangkaian untuk isolasi elektrik
   – Driver: konverter tegangan ke arus, receiver: konverter arus ke tegangan
   – Hanya sinyal positif yang ditransmisikan
   – Dioda dan resistor digunakan untuk membatasi arus
   – Penguatan keseluruhan bergantung temperatur (tidak ada umpan balik)
Untuk komunikasi dengan serat optik media antara LED dan dioda foto dihubungan dengan serat optik




Gambar 7.16.  Rangkaian isolasi elektrik menggunakan serat optik


7.11. Display Digital dengan LED
   – Paling umum berupa peraga 7 segmen dan peraga heksadesimal , masing-masing segmen dibuat dari LED
   – Hubungan antar segmen tersedai dalam anoda atau katoda bersama (common anode atau common cathode)
   – Resistor digunakan sebagai pembatas arus 100-470 W
   – Tersedia pula dengan dekoder terintegrasi




Gambar 7.17.  Seven segment dan rangkaian uji


Gambar 7.18.  LED bar display pengganti VU meter pada amplifier


• Peraga Arus dan Tegangan Tinggi
   – Peraga 7 segmen berupa gas discharge, neon atau lampu pijar
– Cara penggunaan mirip dengan peraga 7 segmen LED tetapi tegangan yang digunakan tinggi
   – Untuk neon dan lampu pijar dapat digunakan transistor dan resistor untuk membatasi arusnya
   – Untuk lampu pijar arus kecil diberikan pada saat off untuk mengurangi daya penyalaan yang tinggi
   – Vacuum fluorecent display (VFD) menggunakan tegangan 15-35 volt di atas tegangan filament
   – Untuk LED dengan arus tinggi dapat digunakan driver open collector yang umunya berupa current sink

 

 
Gambar 7.19.  Seven segment neon menggunakan tegangan tinggi

7.12. Liquid Crystal Display (LCD)
   – Menggunakan molekul asimetrik dalam cairan organic transparan
   – Orientasi molekul diatur dengan medan listrik eksternal
   – Polarizer membatasi cahaya lewat hanya untuk polarisasi optik tertentu saja, cahaya ini dapat kembali lolos setelah dipantulkan bila polarisasinya tidak berubah
   – Medan listrik pada liquid crystal mengubah polarisasi 90o, sehingga pantulan tidak  dapat melewati polarizer (tampak gelap).

Gambar 7.20.  Kontruksi Liquid Crystal Display (LCD)
– Tegangan pembentuk medan listrik dibuat intermiten untuk memperpanjang umur pemakaian

 

Gambar 7.21.  Rangkaian uji Liquid Crystal Display (LCD)

Contoh Soal
1. Sebuah sumber gelombang mikro menghasilkan pulsa radiasi 1 GHz dan total energi  1 Joule. Tentukan berapa energi per photon dihasilkan, dan jumlah photon dalam pulsa.
Jawab:
(a)     Energi per photon : Wp = h.f  (J)
          Wp = (6,63 x 10-34 J/s) (109/s)
  = 6,63 x 10-25 J
     (b)     Jumlah photon :


2.  Apa yang dimaksud dengan spektrum warna yang visible.
Jawab:
Spektrum warna gelombang EM (cahaya) yang visible adalah spektrum warna cahaya yang dapat dilihat oleh mata biasa, warna ini berada pada daerah panjang gelombang ( ) = 500 nm dengan  energi photon 2,48 eV.














3.  Sebutkan beberapa buah contoh sensor cahaya yang anda ketahui

Jawab:
Sensor cahaya antara lain: Dioda foto, transistor foto, foto cell, photovolatik, photo multiplier, LED, LDR, pirometer optik

4.  Bagaimana merubah arus menjadi tegangan pada sensor dioda foto
Jawab:
Rangkaian untuk merobah arus menjadi tegangan pada dioda foto adalah:


5.  Apa kekurangan yang ada pada photomultiplier
Jawab:
 • Kerugian
   – Mudah rusak bila terekspos pada cahaya berlebih (terlalu sensitif)
   – Perlu catu tegangan tinggi
   – Mahal


Latihan
1. Apa kelebihan foto transistor dibandingkan foto dioda, jelaskan
2. Bagaimana proses perubahan energi cahaya menjadi energi listrik pada photomultiplier, jelaskan
3. Apa yang dimaksud dengan pirometer optik
4. Apakah fiber optic dapat digunakan sebagai saluran energi photon dari sumber ke beban,jelaskan
5. Sebutkan spektrum warna cahaya yang anda ketahui
6. Satu spectrum warna cahaya memiliki apa saja
7. Apa sebabnya bahan semikonduktor dapat dijadikan sebagai bahan dasar sensor cahaya seperti dioda, transistor dsb.
8. Apa kelebihan pirometer optik digunakan sebagai sensor cahaya
9. Apa saja yang dapat dijadikan sebagai sumber-sumber cahaya untuk pengukuran, pengontrolan dan teknik kompensasi













BAB VIII
ALAT UKUR DAN PENGUKURAN LISTRIK

8.1 Alat Ukur Listrik
Untuk mengetahui besaran listrik DC maupun AC seperti tegangan, arus, resistansi,daya, faktor kerja, dan frekuensi kita menggunakan alat ukur listrik.Awalnya dipakai alat-alat ukur analog dengan penunjukan menggunakan jarum dan membacadari skala. Kini banyak dipakai alat ukur listrik digital yang praktis dan hasilnya tinggalmembaca pada layar display (Gambar 8.1).
Bahkan dalam satu alat ukur listrik dapat digunakan untuk mengukur beberapa besaran,misalnya tegangan AC dan DC, arus listrik DC dan AC, resistansi kita menyebutnya Multimeter.Untuk kebutuhan praktis tetap dipakai alat ukur tunggal, misalnya untuk mengukurtegangan saja, atau daya listrik saja.
Sampai saat ini alat ukur analog masih tetap digunakan karena handal, ekonomis, danpraktis (Gambar 8.2). Namun alat ukur digital makin luas dipakai, karena harganya makinterjangkau, praktis dalam pemakaian, dan penunjukannya makin akurat dan presisi.
Ada beberapa istilah dan definisi pengukuran listrik yang harus dipahami, diantaranyaalat ukur, akurasi, presisi, kepekaan, resolusi, dan kesalahan.
a. Alat ukur, adalah perangkat untuk menentu kan nilai atau besaran dari kuantitas atau variabel.
b. Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai yang sebenarnya dari variabel yang diukur.
c. Presisi, hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses pengukuran, atau derajat untuk membedakan satu pengukuran dengan lainnya.
d. Kepekaan, ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur perubahan input atau variabel
yang diukur.
e. Resolusi, perubahan terkecil dari nilai pengukuran yang mampu ditanggapi oleh alatukur.
f. Kesalahan, angka penyimpangan dari nilai sebenarnya variabel yang diukur.















Gambar 8.1 Tampilan meter digital Gambar 8.2 Meter listrik analog
1) Alat ukur kumparan putar
a) Penggunaan daya kecil
b) Dipakai untuk DC saja, kalau untuk AC harus dipasang penyearah
c) Kemampuan ukur arus 1,5 x 10-6 ~102 A
d) Kemampuan ukur tegangan 10-2 ~103 V
e) Digunakan dalam alat ukur voltmeter, ampermeter, ohmmeter, thermometer
2) Alat ukur thermokopel
a) Penggunaan daya kecil
b) Dipakai untuk AC dan DC
c) Kemampuan ukur arus 10-3 ~5 A
d) Kemampuan ukur tegangan 5 x 10-1 ~1,5 x 102 V
e) Digunakan dalam alat ukur voltmeter, ampermeter, wattmeter
3) Alat ukur besi putar
a) Penggunaan daya besar
b) Dipakai untuk AC dan DC
c) Kemampuan ukur arus 10-2 ~3 x 102 a
d) Kemampuan ukur tegangan 10 ~103 v
e) Digunakan dalam alat ukur voltmeter & ampermeter
4) Alat ukur elektrostatik
a) Penggunaan daya kecil sekali
b) Dipakai untuk AC dan DC
c) Kemampuan ukur tegangan 10 ~ 5 x 103 v
d) Digunakan dalam alat ukur voltmeter, ohmmeter
8.2 Sistem Satuan
Pada awal perkembangan teknik pengukuran mengenal dua sistem satuan, yaitu system metrik (dipelopori Prancis sejak 1795). Amerika Serikat dan Inggris juga menggunakan systemmetrik untuk kepentingan internasional, tapi untuk kebutuhan lokal menggunakan systemCGS (centimeter-gram-second). Sejak tahun 1960 dikenalkan Sistem Internasional (SI Unit)sebagai kesepakatan internasional. Enam besaran yang dinyatakan dalam sistem SI, yaitu:

Tabel 8.1. Besaran Sistem Internasional

Besaran Satuan Simbol
Secara praktis besaran listrik yang sering digunakan adalah volt, amper, ohm, henry,dan sebagainya. Kini sistem SI sudah membuat daftar besaran, satuan dan simbol di bidangkelistrikan dan kemagnetan berlaku internasional.

Tabel 8.2. Besaran dan Simbol Kelistrikan

Besaran dan simbol Nama dan simbol Persamaan


8.3 Ukuran Standar Kelistrikan
Ukuran standar dalam pengukuran sangat penting, karena sebagai acuan dalam peneraanalat ukur yang diakui oleh komunitas internasional. Ada enam besaran yang berhubungandengan kelistrikan yang dibuat sebagai standar, yaitu standar amper, resistansi, tegangan,kapasitansi, induktansi, kemagnetan, dan temperatur.
1. Standar amper
menurut ketentuan Standar Internasional (SI) adalah arus konstan yang dialirkan padadua konduktor dalam ruang hampa udara dengan jarak 1 meter, di antara keduapenghantar menimbulkan gaya = 2 × 10-7 newton/m panjang.
2. Standar resistansi
menurut ketentuan SI adalah kawat alloy manganin resistansi 1Ω yang memiliki tahananlistrik tinggi dan koefisien temperatur rendah, ditempatkan dalam tabung terisolasi yangmenjaga dari perubahan temperatur atmosfer.
3. Standar tegangan
ketentuan SI adalah tabung gelas Weston mirip huruh H memiliki dua elektrode, tabungelektrode positip berisi elektrolit mercury dan tabung elektrode negatip diisi elektrolitcadmium, ditempatkan dalam suhu ruangan. Tegangan elektrode Weston pada suhu20°C sebesar 1.01858 V.
4. Standar Kapasitansi
menurut ketentuan SI, diturunkan dari standart resistansi SI dan standar tegangan SI,dengan menggunakan sistem jembatan Maxwell, dengan diketahui resistansi danfrekuensi secara teliti akan diperoleh standar kapasitansi (farad).
5. Standar Induktansi
menurut ketentuan SI, diturunkan dari standar resistansi dan standar kapasitansi, denganmetode geometris, standar induktor akan diperoleh.
6. Standart temperatur
menurut ketentuan SI, diukur dengan derajat kelvin besaran derajatkelvin didasarkan pada tiga titik acuan air saat kondisi menjadi es, menjadi air dan saatair mendidih. Air menjadi es sama dengan 0° celsius = 273,160 kelvin, air mendidih100°C.
7. Standar luminasi cahaya menurut ketentuan SI,

8.4 Sistem Pengukuran
Ada dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Sistem analogberhubungan dengan informasi dan data analog. Sinyal analog berbentuk fungsi kontinyu,misalnya penunjukan temperatur dalam ditunjukkan oleh skala, penunjuk jarum pada skalameter, atau penunjukan skala elektronik (Gambar 8.3a).
Sistem digital berhubungan dengan informasi dan data digital. Penunjukan angka digitalberupa angka diskret dan pulsa diskontinyu berhubungan dengan waktu. Penunjukan displaydari tegangan atau arus dari meter digital berupa angka tanpa harus membaca dariskala meter. Sakelar pemindah frekuensi pada pesawat HT juga merupakan angka digitaldalam bentuk digital (Gambar 8.3b).

8.5 Alat Ukur Listrik Analog
Alat ukur listrik analog merupakan alatukur generasi awal dan sampai saat inimasih digunakan. Bagiannya banyakkomponen listrik dan mekanik yang salingberhubungan. Bagian listrik yang pentingadalah, magnet permanen, tahanan meter,dan kumparan putar. Bagian mekanikmeliputi jarum penunjuk, skala dan sekruppengatur jarum penunjuk (Gambar 8.4).

Gambar 8.4 Komponen alat ukur listrik analog
Mekanik pengatur jarum penunjukmerupakan dudukan poros kumparan putaryang diatur kekencangannya (Gambar8.5). Jika terlalu kencang jarum akanterhambat, jika terlalu kendor jarum akanmudah goncang. Pengaturan jarumpenunjuk sekaligus untuk memposisikanjarum pada skala nol meter.

Gambar 8.5 Dudukan poros jarum penunjuk

Alat ukur analog memiliki komponen putar yang akan bereaksi begitu mendapat sinyallistrik. Cara bereaksi jarum penunjuk ada yang menyimpang dulu baru menunjukkan angkapengukuran. Atau jarum penunjuk bergerak ke angka penunjukan perlahan-lahan tanpa adapenyimpangan. Untuk itu digunakan peredam mekanik berupa pegas yang terpasang padaporos jarum atau bilah sebagai penahan gerakan jarum berupa bilah dalam ruang udara(Gambar 8.6). Pada meter dengan kelas industri baik dari jenis kumparan putar maupunjenis besi putar seperti meter yang dipasang pada panel meter banyak dipakai peredamjenis pegas.
Bentuk skala memanjang saat kini jarang ditemukan. Bentuk skala melingkar dan skalakuadran banyak dipakai untuk alat ukur voltmeter dan ampermeter pada panel meter(Gambar 8.7).

8.6 Multimeter Analog
Multimeter salah satu meter analog yang banyakdipakai untuk pekerjaan kelistrikan dan bidang
elektronika (Gambar 8.8).Multimeter memiliki tiga fungsi pengukuran, yaitu
1. Voltmeter untuk tegangan AC dengan batas ukur0-500 V, pengukuran tegangan DC dengan batasukur 0-0,5 V dan 0-500 V.
2. Ampermeter untuk arus listrik DC dengan batasukur 0-50 μA dan 0-15 A, pengukuran arus listrikAC 0-15 A.
3. Ohmmeter dengan batas ukur dari 1Ω-1MΩ.

Gambar 8.8 Multimeter analog
8.7 Alat Ukur Digital
Alat ukur digital saat sekarang banyakdipakai dengan berbagai kelebihannya,murah, mudah dioperaikan, dan praktis.Multimeter digital mampu menampilkanbeberapa pengukuran untuk arus miliamper,ohm, frekuensi Hz, daya listrik mW sampaikapasitansi nF
Pada dasarnya data /informasi yang akan diukur bersifat analog. Blokdiagram alat ukur digital terdiri komponen sensor, penguat sinyal analog, analog to digitalconverter, mikroprosesor, alat cetak, dan display digital (Gambar 8.10).


Sensor mengubah besaranlistrik dan non elektrik menjaditegangan, karena tegangan masihdalam orde mV perlu diperkuat olehpenguat input.
Sinyal input analog yang sudah diperkuat, dari sinyal analog diubah menjadi sinyal digitaldengan (ADC) analog to digital akan diolah oleh perangkat PC atau mikroprosessor denganprogram tertentu dan hasil pengolahan disimpan dalam sistem memori digital. Informasi digitalditampilkan dalam display atau dihubungkan dicetak dengan mesin cetak.Display digital akan menampilkan angka diskrit dari 0 sampai angka 9 ada tiga jenis,yaitu 7-segmen, 14-segmen dan dot matrik 5 x 7 (Gambar 8.11). Sinyal digital terdiri atas 0dan 1, ketika sinyal 0 tidak bertegangan atau OFF, ketika sinyal 1 bertegangan atau ON.

Sebuah multimeter digital, terdiri dari tiga jenis alat ukur sekaligus, yaitu mengukurtegangan, arus, dan tahanan. Mampu untuk mengukur besaran listrik DC maupun AC(Gambar 8.12).
Sakelar pemilih mode digunakan untuk pemilihan jenis pengukuran, mencakup teganganAC/DC, pengukuran arus AC/DC, pengukuran tahanan, pengukuran diode, dan pengukurankapasitor.
Terminal kabel untuk tegangan dengan arus berbeda. Terminal untuk pengukuran aruskecil 300 mA dengan arus sampai 10 A dibedakan.

8.8 Alat Ukur Analog Kumparan Putar
Konstruksi alat ukur kumparan putar terdiri dari permanen magnet, kumparan putar dengan
inti besi bulat, jarum penunjuk terikat dengan poros dan inti besi putar, skala linear, dan
pegas spiral rambut, serta pengatur posisi nol (Gambar 8.13). Torsi yang dihasilkan dari
interaksi elektromagnetik sesuai persamaan:
T = B × A × I × N
T = Torsi (Nm)
B = kerapatan fluk magnet (Wb/m2)
A = luas efektif koil (m2)
I = arus ke kumparan putar (A)
N = jumlah belitan
 
Dari persamaan di atas, komponen B, Adan N adalah konstan, sehingga torsiberbanding lurus dengan arus mengalir kekumparan putar. Data alat ukur kumparanputar dengan dimensi 31/2 in, arus 1mA,simpangan skala penuh 100 derajat memilikiA : 1,72 cm2, B : 2.000 G(0,2 Wb/m2, N: 84lilit, T : 2,92 × 10–6 Nm R kumparan putar:88Ω, disipasi daya: 88 μW.
Untuk pengukuran listrik AC alat ukur kumparan putar ditambahkan komponentambahan, yaitu diode bridge sebagai penyearah AC ke DC (Gambar 8.14).Tahanan seri RV untuk mendroptegangan sehingga batas ukur danskala pukuran sesuai. Sehingga tahanan total RT = RV + R. Multimetermenggunakan kumparan putar sebagaipenggerak jarum penunjuknya.
8.9 Alat Ukur Besi Putar
Alat ukur besi putar memiliki anatomi yangberbeda dengan kumparan putar. Sebuah belitankawat dengan rongga tabung untukmenghasilkan medan elektromagnetik (Gambar8.15).

Di dalam rongga tabung dipasang sirip besiyang dihubungkan dengan poros dan jarumpenunjuk skala meter. Jika arus melalui belitankawat, timbul elektromagnetik dan sirip besi akanbergerak mengikuti hukum tarik-menarik medanmagnet.
Besarnya simpangan jarum dengan kuadrat arus yang melewati belitan skala meterbukan linear tetapi jaraknya angka non-linear. Alat ukur besi putar sederhana bentuknya dancukup handal.
8.10 Alat Ukur Elektrodinamik
Alat ukur elektrode memiliki dua jenisbelitan kawat, yaitu belitan kawat arus yangdipasang, dan belitan kawat tegangansebagai kumparan putar terhubung denganporos dan jarum penunjuk (Gambar 8.16).
 
Interaksi medan magnet belitan arus danbelitan tegangan menghasilkan sudutpenyimpangan jarum penunjuk sebandingdengan daya yang dipakai beban:
P = V • I • cos θ
Pemakaian alat ukur elektrodinamiksebagai pengukur daya listrik atauwattmeter.
Pemasangan wattmeter dengan notasi terminal1, 2, 3, dan 5. Terminal 1-3 terhubung kebelitan arus Wattmeter, terhubung seri denganbeban. Terminal 2-5 terhubung ke belitantegangan Wattmeter. Terminal 1-2 dikopel untukmendapatkan catu tegangan suplai tegangan(Gambar 8.17).
Pemasangan terminal meter tidak bolehtertukar, karena akibatnya meter tidakberfungsi. Untuk pengukuran daya besar, dimana arus beban besar dapat digunakan trafoCT untuk menurunkan arus yang mengalirbelitan arus wattmeter.
Misalkan daya motor 3 phasa 55 kWdengan tegangan 400 V akan menarik arus jalajala100 A. Kemampuan kWH meter maksimaldilalui arus hanya 10 A, maka digunakan trafoarus CT dengan rating 100/5 A agar pengukurandaya motor dapat dilaksanakan.
Wattmeter portabel pengawatan denganbeban (Gambar 8.18). Ada tiga buah selector switch, untuk pengaturan amper, pengaturantegangan, dan pemilihan skala batas ukur.Untuk keamanan tempatkan selektor amperdan selektor tegangan pada batas ukurtertinggi. Jika jarum penunjuk sudutsimpangannya masih kecil baru selektor switcharus atau tegangan diturunkan satu tahap.
Alat ukur piringan putar tidak menggunakan jarum penunjuk. Konstruksi meter piringanputar memiliki dua inti besi (Gambar 8.19). Inti besi U dipasang dua buah belitan arus padamasing-masing kaki inti, menggunakan kawat berpenampang besar. Inti besi berbentuk E-Idengan satu belitan tegangan, dipasang pada kaki tengah inti besi, jumlah belitan teganganlebih banyak dengan penampang kawat halus.

Gambar 8.18 Pengawatan wattmeterdengan beban satu phasa





Gambar 8.19 dan 8.20 Prinsip alat ukur piringan putar(kWH-meter) dan kWH-meter

Piringan putar aluminium ditempatkan di antara dua inti besi U dan E-I. Akibat efekelektromagnetis kedua inti besi tersebut, pada piringan aluminium timbul arus Eddy yangmenyebabkan torsi putar pada piringan.
Piringan aluminium berputar bertumpu pada poros, kecepatan putaran sebanding dengandaya dari beban. Jumlah putaran sebanding dengan energi yang dipakai beban dalam rentangwaktu tertentu. Meter piringan putar disebut kilowatthours (kWh)-meter (Gambar 8.20).

8.11 Alat Ukur Piringan Putar
Pengawatan kWh-meter satu phasa belitan arus dihubungkan ke terminal 1-3, belitantegangan disambungkan terminal 2-6, terminal 1-2 dikopel, dan terminal 4-6 juga dikopellangsung. Pengawatan kWh-meter tiga phasa dengan empat kawat (Gambar 8.21)

L1, L2, L3 dan N memiliki tiga belitan arus dan tiga belitan tegangan.
1. Jala-jala L1, terminal-1 ke belitan arus-1 terminal-3 ke beban, terminal 1-2 dikopel untuk
suplai ke belitan tegangan-1.
2. Jala-jala L2, terminal-4 ke belitan arus-2 terminal 6 langsung beban, terminal 4-5 dikopel
suplai ke belitan tegangan-2.
3. Jala-jala L3, terminal-7 ke belitan arus-3 ke terminal 9 langsung beban, terminal 7-8
dikopel untuk suplai ke belitan tegangan-3.
4. Terminal 10 dan 12, untuk penyambungan kawat netral N dan penyambungan dari ketiga
belitan tegangan phasa 1, 2, dan 3.
Bentuk fisik kWh-meter kita lihat di setiap rumah tinggal dengan instalasi dari PLN.
Sebagai pengukur energi listrik kWhmeter mengukur daya pada interval waktu tertentu dalamkonversi waktu jam. Setiap kWh-meter memiliki angka konstanta jumlah putaran /kWh.

Cz : Konstanta jumlah putaran/kWh
n    : Putaran
P  : Daya listrik kW
Contoh:
kWh-meter satu phasa memiliki konstanta putaran 600 putaran/kWh dalam waktu1 menit tercatat 33 putaran piringan. Hitunglah beban daya listrik!
Jawaban:

8.12 Pengukuran Tegangan DC
Pengukur tegangan voltmeter memilikitahanan meter Rm (Gambar 8.22). Tahanan dalammeter juga menunjukkan kepekaan meter, disebutIfsd (full scale deflection) arus yang diperlukanuntuk menggerakkan jarum meter pada skalapenuh. Untuk menaikkan batas ukur voltmeterharus dipasang tahanan seri sebesar RV.
Persamaan tahanan seri meter RV:

Rv = {n – 1} • Rm
Rv = Tahan seri meter
Rm = Tahanan dalam meter
U = Tegangan
Um = Tegangan meter
Im = Arus meter
n = Faktor perkalian



Contoh: Pengukur tegangan voltmeter memiliki arus meter 0,6 mA dan tegangan meter 0,3V. Voltmeter akan digunakan untuk mengukur tegangan 1,5 V. Hitung besarnya tahanan serimeter Rv.
Jawaban:


8.13 Pengukuran Arus DC
Pengukur arus listrik ampermetermemiliki keterbatasan untuk dapatmengukur arus, tahanan dalam meter Rmmembatasi kemampuan batas ukur.Menaikkan batas ukur dilakukan denganmemasang tahanan paralel Rp denganampermeter (Gambar 8.23). Tahanan Rpakan dialiri arus sebesar Ip, arus yangmelalui meter Rm sebesar Im.

Gambar 8.23 Tahanan paralel ampermeter

Untuk menaikkan tahanan dalam meter, didepan tahanan meter Rm ditambahkantahanan seri Rv. Sehingga tahanan dalammeter yang baru (Rm + Rv) (Gambar 8.24).


Tahanan paralel Rp tetap dialiri arus Ip,sedangkan arus yang melewati (Rm + Rv)sebesar Im. Persamaan tahanan paralel Rp:

Rp = Tahanan paralel
U = Tegangan
I = Arus yang diukur
Im = Arus melewati meter
Ip = Arus melewati tahanan paralel
Rm = Tahanan dalam meter

Contoh:Ampermeter dengan tahanan dalam Rm = 100 Ω, arus yang diizinkan
melewati meter I m = 0,6 mA. Ampermeter akan mengukur arus I = 6 mA. Hitung tahanan
paralel Rp.
Jawaban:

Atau dengan cara yang lain, didapatkan harga Rp yang sama:

Secara praktis untuk mendapatkan batas ukur yang lebar dibuat menjadi tiga tingkatan
(Gambar 8.25). Batas ukur skala pertama, sakelar pada posisi 1 dipakai tahanan paralel
Rp1. Batas ukur dengan skala 2 posisi sakelar 2 dipakai tahanan paralel Rp2. Batas ukur
ketiga, posisi sakelar 3 dipakai tahanan paralel Rp3.


Dengan metoda berbeda dengan tujuan memperluas batas ukur, dipakai tiga tahananparalel Rp1, Rp2, dan Rp3 yang ketiganya disambung seri (Gambar 8.26). Sakelar posisi 1,tahanan (Rp1 + Rp2 + Rp3) paralel dengan rangkaian (Rv + Rm). Sakelar posisi 2, tahanan(Rp2 + Rp3) paralel dengan rangkaian (Rp1 + Rv + Rm). Saat sakelar posisi 3, tahanan Rp3paralel dengan rangkaian (Rp1 + Rp2 + Rv + Rm).
8.14 Pengukuran Tahanan
Pengukuran tahanan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengukur langsung nilaitahanan dan pengukuran tidak langsung dengan metode jembatan (Gambar 8.27).

Gambar 8.27 Jenis-jenis Pengukuran Tahanan
Pengukuran tahanan secara langsung bisa menggunakan multimeter, dengan menempatkanselektor pemilih mode pada pengukuran tahanan. Resistor yang diukur dihubungkan dengankedua kabel meter dan nilai tahanan terbaca pada skala meter. Pengukuran tidak langsung,menggunakan alat meter tahanan khusus dengan prinsip kerja seperti jembatanWheatstone.
8.15 Jembatan Wheatstone
Pengembangan rangkaian resistor seri dan parallel menghasilkan prinsip Jembatan Wheatstone (Gambar8.28). Sumber tegangan DC mencatu rangkaian empatbuah resistor. R1 seri dengan R2, dan R3 seri dengan R4.Hukum Kirchoff tegangan menyatakan jumlah droptegangan sama dengan tegangan sumber.
U = U1 + U2 dan U = U3 + U4

Gambar 8.28 Rangkaian jembatanWheatstone
Titik A-B dipasang Voltmeter mengukur beda tegangan, jika meter menunjukkan nol,artinya tegangan U1 = U3 disebut kondisi seimbang. Jika U1 ≠ U3 disebut kondisi tidakseimbang dan meter menunjukkan angka tertentu.

R1, Rx Tahanan yang dicari
R2, Rn Tahanan variable
R3, R4 Tahanan ditetapkan, konstan
Aplikasi praktis dipakai model Gambar 8.30, R1 = Rx merupakan tahanan yang dicaribesarannya. R2 = Rn adalah tahanan yang bisa diatur besarannya. R3 dan R4 dari tahanangeser. Dengan mengatur posisi tahanan geser B, sampai Voltmeter posisi nol. Kondisi inidisebut setimbang, maka berlaku rumus kesetimbangan jembatan Wheatstone.
Contoh:
Jembatan Wheatstone, diketahui besarnya nilaiR2 = 40 Ω, R3 = 25 Ω, R4 = 50 Ω. Hitung besarnyaR1 dalam kondisi setimbang.
Jawaban:




Gambar 8.29 Pengembangan modelWheatstone
8.16 Osiloskop
Osiloskop termasuk alat ukur elektronik,digunakan untuk melihat bentuk gelombang,menganalisis gelombang, dan fenomena lain dalamrangkaian elektronika (Gambar 8.31). Denganosiloskop dapat melihat amplitudo tegangan dangelombang kotak, oleh karena itu harga rata-rata,puncak, RMS (root mean square), maupun hargapuncak kepuncak atau Vp-p dari tegangan dapat kitaukur. Selain itu, juga hubungan antara frekuensi danphasa antara dua gelombang juga dapatdibandingkan. Ada dua jenis osiloskop, yaituosiloskop analog dan osiloskop digital.


Gambar 8.30 Bentuk fisik osiloskop
Pengukuran dengan menggunakan osiloskop meliputi:
1. pengukuran tegangan DC,
2. mengukur tegangan AC, periode, dan frekuensi,
3. mengukur arus listrik AC,
4. pengukuran beda phasa tegangan dengan arus listrik AC, dan
5. pengukuran sudut penyalaan thyristor.

8.24 Soal-Soal
1. Data alat ukur kumparan putar dengan dimensi 31/2 in, arus 1 mA, simpangan skala penuh 100 derajat memiliki A: 1,70 cm2, B : 1.800 G(0,2 Wb/m2, N: 80 lilit, Hitunglah torsi putar pada jarum penunjuk.
2. KWh-meter satu phasa memiliki konstanta putaran 600 putaran/kWh dalam waktu 2menit tercatat 80 putaran piringan. Hitunglah beban daya listrik?
3. Gambarkan skematik pengawatan pengukuran Kwh meter 3 phasa dengan menggunakantiga buah trafo arus (CT) 200 A/5 A. Jelaskan cara kerja pengukuran tersebut.
4. Pengukur tegangan voltmeter memiliki arus meter 0,5 mA, tegangan meter 0,25 V. Voltmeterakan digunakan untuk mengukur tegangan 2,5 V. Hitung besarnya tahanan seri meter Rv.
5. Ampermeter dengan tahanan dalam Rm = 200 Ω, arus yang diizinkan melewati meter Im= 0,5 mA. Ampermeter akan mengukur arus I = 10 mA. Hitung tahanan paralel Rp.
6. Jembatan Wheatstone, diketahui besarnya nilai R2 = 400 Ω, R3 = 250 Ω,R4 = 500 Ω. Hitung besarnya R1 dalam kondisi setimbang.
7. Gambarkan skematik pengukuran tegangan AC menggunakan osiloskop, jelaskan urutancara pengoperasiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Asyari Daryus – Alat Bantu dan Alat Ukur Universitas Darma Persada – Jakarta. 2005
Mikhail, E.M. and Gracie, Gordon.1981.Analysis and Adjustment of Survey Measurement.Van Nostrand Reinhold Company Inc. New York.

Sheimy, Naser. 2001. Lecture Notes : Adjustment Computation. Department of Geomatics Enginering, The University of Calgary

Wolf, Paul R & Ghilani, Charles D. 2002. Elementary Surveying : An Introduction to Geomatics. Prentice Hall. New Jersey

Tidak ada komentar:

Posting Komentar